Hukum Pengobatan Menggunakan Tokek Menurut Islam

 

PENGOBATAN DENGAN TOKEK DALAM PERSPEKTIF ISLAM



BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Keanekaragam hayati yang dimiliki oleh Indonesia sangatlah banyak, jadi tidak heran jika banyak masyarakat yang memanfaatkan keanekaragam tersebut. salah satu nya yaitu pemanfaatan hewan untuk dijadikan obat. Pengobatan dapat dilakukan secara modern dan tradisional dan banyak masyarakat yang memilih untuk melakukan pengobatan tradisional seperti misalnya tokek yang dapat dijadikan atau dipercaya dapat menyembuhkan luka, mengobati gatal-gatal pada kulit dan sebagai obat kanker. Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut tokek langsung diolah dan dimakan jika untuk obat gatal, namun berbeda halnya dengan pengobatan luka yaitu dengan memanfaatkan dagingya di ektraks dan kemudian dicampurkan dengan bahan lain untuk menjadi salep.

Namun, mengingat tokek ini termasuk dalam hewan haram maka ada perdebatan atau ada perbedaan pendapat mengenai penggunaan tokek itu sendiri untuk dikonsumsi sabagai obat. Pada kelompok yang menghalalkan tokek berpendapat bahwa selama belum ada obat lain yang dapat digunakan secara efektif  untuk mengobati, sedangkan penyakit itu harus dicegah artinya dalam keadaan darurat, maka Allah SWT menghalalkan obat yang mengandung bahan haram tersebut dan itu dilakukan berdsarakan sebatas yang diperlukan saja (Thoriqy, 1996). Sedangkan untuk pendapat bahwa tokek haram untuk dijadikan obat atau dikonsumsi karena tokek termasuk kelompok “Khobaits” yang artinya menjijikan dan kotor. Selain it uke halalan hewanjuga dapat ditinjau dari sisi “Thobi’ah As-Salimah” yaitu secara naluri manusisa yang baik apakah dapat menerima untuk mengonsumsi binatang seperti tokek atau tidak.

  • Rumusan Masalah
  • Apa pengertian dan macam-macam hewan haram?
  • Bagaimana cara pemanfaatan tokek untuk pengobatan?
  • Bagaimana pandangan islam dan masyarakat terhadap penggunaan Tokek untuk pengobatan?

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian dan Macam-Macam Hewan Haram

Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di permukaan bumi ini adalah untuk kemaslahatan manusia, termasuk di dalamnya adalah Allah menciptakan hewan-hewan yang tentunya diperbolehkan untuk dijadikan makanan bagi bani adam. Allah juga mengharamkan hewan-hewan yang mendatangkan madlorot jika dikonsumsi. Tidaklah Allah dan Rasulnya mengharamkan sesuatu melainkan disana banyak hikmah dan kebaikan bagi umatnya, terkadang sebagian dari hikmah tersebut telah kita ketahui sedangkan sebagian lainnya masih Allah rahasiakan sehingga akal kita belum mampu untuk menjangkaunya. Para ulama telah menjelaskan bahwa sebab haromnya makanan dan minuman ialah :

  1. Apabila membahayakan
  2. Apabila memabukkan
  3. Mengandung najis
  4. Jorok
  5. Cara mendapatkannya tidak dengan jalan yang baik

Hewan yang diharamkan oleh nash alquran karim:

a. Bangkai

Yaitu, hewan yang mati bukan karena penyembelihan yang sesuai dengan syariat. Seperti mati tercekik, dipukul, tertabrak dan lainnya. Kecuali bangkai belalang dan ikan.

b. Daging babi

c. Hewan yang disembelih untuk selain Allah. Semisal hewan yang disembelih untuk acara-acara yang berbau kesyirikan seperti sedekah laut, tumbal tanah, dan lain-lain.

Hewan yang diharamkan oleh sunah Rasulullah:

  1. Keledai jinak
  2. Segala hewan yang bertaring
  3. Segala jenis burung yang bercakar tajam
  4. Jallalah, yaitu hewan halal yang mayoritas makannanya adalah barang najis sehingga menjadi haram dimakan dan diminum susunya.
  5. Tikus, kalajengking, rajawali, burung gagak dan anjing galak
  6. Ular, cicak, dan tokek
  7. Semut, lebah, burung hudhud, dan burung syurod
  8. Katak

Untuk tokek, hukum mengkonsumsi binatang tersebut ialah haram, namun menjadi halal apabila dipergunakan untuk berobat. Tokek/cicak haram untuk dimakan karena tiga alasan,

  1. Keduanya adalah hewan yang khabits/jelek dan bukan termasuk makanan yang baik.
  2. Keduanya adalah hewan yang fasik
  3. Keduanya diperintahkan untuk dibunuh.

Jadi, cicak/tokek adalah hewan yang haram untuk dimakan. Adapun membolehkannya dengan akasan akan dijadikan obat sehingga ini termasuk perkara darurat yang bisa menjadikan hal yang haram itu diperbolehkan. Maka ini adalah dalil yang sangat lemah dengan dua alasan:

  1. Kaidah ‘’keadaan darurat menjadikan hal yang haram diperbolehkan’’ hanya bisa diterapkan jika tidak ada jalan lain untuk menghilangkan keadaan darurat itu kecuali dengan mengerjakan hal yang haram itu. Tapi kenyataannya, masih ada jalan lain untuk mengobati/menyembuhkan penyakit yang katanya bisa disembuhkan dengan tokek.
  2. Kaidah ini tidak berlaku dalam masalah pengobatan, karena Nabi Saw telah menegaskan : ‘’sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat kalian pada sesuatu yang haram’’. (HR.Ibnu Hibban)
  3. Cara Pemanfaatan Tokek untuk Pengobatan

Tokek adalah salah satu hewan yang haram, namun di  sebuah masyarakat ada kepercayan bahwa tokek dapat dijadikan untuk pengobatan sperti misalnya untuk penyembuhan luka. penyembuhan luka itu sendiri dapat dilakukan dengan obat modern dan tradisional. Obat tradisional itu banyak dipilih masyarakat salah satunya untuk mengobati luka khususnya luka kulit atau luar, dengan bagian tokek yang digunakan adalah dagingnya.

Daging tokek yang sudah bersih dan kering akan dijadikan serbuk yang kemudian serbuk tersebut akan dilarutkan dalam air dan air akan diekstrak dengan metode dekokta. Dekokta ektrak  tokek dengan cara melarutkan serbuk yang sudah jadi pada 15 liter penyari air dengan suhu 900C selama 30 menit dengan sekali-kali diaduk-aduk, setelah itu disaring. Kemudian filtrat yang di dapat diuapkan dengan vacuum rotaray evaporator lalu sisa air dari filtrat diuapkan diuapkan dengan cawan petri di atas penangas air dengan suhu 800C sambil terus diaduk hingga diperoleh ekstrak dengan kekentalan tertentu. Hasil yang didapat kemudian dicampur dengan bahan lain seperti vaselin, cera flava, nipagin, nipasol dan corrigen odoris untuk dijadikan salep (Hermani, 2000).

Kegunaan tokek tidak hanya dimanfaatkan atau dipercaya untuk menjadi obat kulit, tetapi dapat digunakan sebagai obat kanker, pencegah pertumbuhan tumor, meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi asma dan masalah pada sistem pernapasan. Karena dalam sebuah penelitian di jelaskan bahwa tokek memiliki kemampuan sebagai anti kanker. Penggunaan tokek untuk obat kanker dilakukan dengan cara menjadikan daging tokek menjadi serbuk (bubuk). Bubuk ini dapat menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel tumor (Liu, 2012)

Pemanfaatan tokek ini sebenarnya tidak secara langsung seperti misalnya di konsumsi dagingnya namun dengan cara menggunakan dagingnya yang sebelumnya diekstrak atau dijadikan serbuk yang kemudian dicampur dengan komposisi lain dan di jadikan obat dengan cara dikonsumsi. Penggunaan serbuk tokek untuk kanker ini cukup efektif karena di dalam daging tokek mengandung senyawa protein tertentu yang toksis untuk sel kanker jadi dapat menghambat apoptosis dari sel kanker atau tumor (Nuryastuti, 2017).

  • Pandangan Islam dan Masyarakat terhadap Penggunaan Tokek untuk Pengobatan.

Masyarakat memiliki pendapat boleh-boleh saja karena untuk kesembuhan dan merupakan obat tradisional, selain itu kepercayaan akan khasiat tokek karena memang pernah membuktikannya sendiri dengan mengkonsumsi untuk mengobati beberapa penyakit. Mayoritas alasan masyarakat yang membolehkan pengobatan dengan menggunakan tokek, dikarenakan untuk pengobatan. Sekalipun ada beberapa orang yang tidak mengetahui alasan diperbolehkannya pengobatan menggunakan ramuan tokek.

Dalam upaya pengobatan terdapat dua sudut pandang yaitu pengobatan yang dihalalkan dan yang diharamkan. Pengobatan yang dihalalkan adalah segala macam pengobatan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Pengobatan nabawi merupakan salah satu yang dianjurkan dalam Islam, dan secara jelas disebutkan dalam Al-Qur‟an maupun hadits, seperti pengobatan dengan madu, habah sauda (jinten hitam), air zamzam, ruqyah atau berdoa dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur‟an. Pengobatan secara medis, yang secara ilmiyah dapat dipertanggung-jawabkan. Pengobatan secara tradisional, seperti dengan jamu atau ramuan yang tidak diharamkan, dan refleksi serta metode lainnya. Sedangkan pengobatan yang dilarang adalah pengobatan yang menyimpang dari syariah Islam, seperti menggunakan sihir, dukun, meminta bantuan jin, menggunakan barang-barang yang diharamkan atau benda najis dilarang oleh Agama Islam seperti darah, babi dll. Salah satu pengobatan yang dilarang adalah dengan menggunakan bangkai.

Bangkai termasuk barang najis yang tidak dibolehkan mempergunakannya dan mengambilnya sebagai obat atau untuk keperluan lain. Baik dalam penggunaannya dengan cara melalui mulut, melalui urat nadi (infus), atau dengan cara lainnya, karena keumuman hadits Nabi saw. Yang melarang menggunakan obat dengan barang najis dan haram sebagaimana dikutip oleh Syekh Abdurrahman as-Sa‟di dalam bukunya Fiqh al-Bay’ wa asy-Syira’, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ummi Darda‟, yaitu:

Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat dan menjadikan bagi setiap penyakit disertai obatnya. Maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram” (HR Abu Dawud)

Dalam riwayat Imam Bukhari, Ibnu Mas‟ud r.a berkata, “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan pengobatan kalian dari sesuatu yang telah diharamkanatas kalian. Tetapi apabila seseorang menderita suatu penyakit yang sangat parah dan dikhawatirkan mendatangkan kematian jika tidak menggunakan darah, maka adanya darurat membolehkan sesuatu yang dilarang.

“…maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Maa‟idah [5]:3)

Adapun mengenai pengambilan biaya atau pembayaran atas penggunaan bangkai tersebut maka tidak dibolehkan. Karena ketika Allah SWT. mengharamkan sesuatu maka juga mengharamkan harga atau pembayaran sesuatu tersebut, sebagaimana dikutip oleh Syekh Abdurrahman as-Sa‟di dalam bukunya Fiqh al-Bay‟ wa asy-Syira‟, diriwayatkan dari Abu Dawud dan Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu „Abbas r.a., Nabi saw. bersabda,

Allah melaknat kaum Yahudi, Allah telah mengharamkan atas mereka lemak babi, tetapi mereka maah mengumpulkannya dan menjualnya lalu memakan hasil penjualannya.”

Daruratnya berobat, yaitu ketergantungan sembuhnya suatu penyakit pada memakan sesuatu dari barang-barang yang diharamkan itu. Dalam hal ini para ulama fiqih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat, berobat itu tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa seperti halnya makan. Sementara mereka ada juga yang menganggap keadaan seperti itu sebagai keadaan darurat, sehingga dianggapnya berobat itu seperti makan, dengan alasan bahwa kedua-duanya itu sebagai suatu keharusan kelangsungan hidup. Dalil yang dipakai oleh golongan yang membolehkan makan haram karena berobat yang sangat memaksakan itu, ialah hadis Nabi yang sehubungan dengan perkenan beliau untuk memakai sutera kepada Abdur-Rahman bin Auf dan az-Zubair bin Awwam yang justru karena penyakit yang diderita oleh kedua orang tersebut, padahal memakai sutera pada dasarnya adalah terlarang dan diancam.

Darurat secara bahasa berarti sangat memerlukan. Sedangkan menurut terminologi syara’ ia berarti sampainya seseorang pada batas di mana jika dia tidak mengambil yang dilarang, maka dia akan celaka atau mendekati celaka. Kondisi ini membolehkan seseorang untuk melakukan yang haram atau yang dilarang menurut syariat seperti orang yang sangat perlu dengan makanan atau pakaian di mana jika dia tetap lapar atau telanjang, maka dia mati, dan cukup yang menjadi pertimbangannya hanya membawa mudarat pada dirinya sendiri atau harta dan tidak yang lainnya.

Perbedaan antara darurat dengan kebutuhan adalah bahwa dalam kondisi kebutuhan seseorang mencapai satu kondisi yang susah dalam kepayahan, namun tidak sampai menyebabkan kematian jika tidak memakannya secara syar’i. Keadaan ini tidak menghalalkan yang haram, hanya membolehkan berbuka bagi yang berpuasa, seperti orang kelaparan yang jika tidak menemukan makanan dia tidak mati, hanya dalam keadaan susah dan kesempitan, dia berada pada posisi dibawah darurat.

Dalil yang membolehkan memakan yang haram karena darurat, hal ini diakui oleh Al-Qur‟an dan sunnah, antara lain dalam firman Allah swt. :

Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al-An‟am (6):119)

Allah SWT juga berfirman :

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah (5): 3)

Dengan bahasa elaboratif, kondisi-kondisi darurat atau kebutuhan mendesak boleh mengambil yang dilarang atau yang dilarang secara syar‟i, maka setiap yang dilarang dalam Islam dibolehkan ketika terpaksa dengan syarat tidakmenjadikannya sesuatu yang mubah dan serba boleh, hanya sebatas keperluan untuk menghindari keburukan dan yang membahayakan.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berobat dalam hukum Islam adalah wajib hukumnya dan agama Islam mengharamkan berobat dengan barang haram. Berobat dengan menggunakan daigng tokek merupakan berobat dengan cara yang diharamkan oleh agama Islam karena didalamnya mengandung bangkai yang sudah jelas diharamkan oleh agama. Namun dalam agama Islam mengenal adanya darurat. Penggunaan darurat dalam pengobatan diperbolehkan, dengan syarat sudah tidak ada lagi obat lain yang bisa menyembuhan, dan apabila tidak menggunakan metode tersebut akan menyebabkan kematian. Namun keadaan ini sangatlah tidak mungkin, karena masih banyak obat-obat halal daripada pengobatan menggunakan daging tokek.

B. SARAN

Demikian makalah ini kami buat. Mengingat makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mampu memberikan perbaikan berupa pengetahuan yang dapat membangun menuju kearah yang lebih benar lagi. Apabila ada kekurangan penulis memohon maaf dan apabila terdapat kebenaran, semoga bermanfaat.

 DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Yusuf. 1998. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Halal dan Haram dalam Islam. Diterjemahkan oleh H. Mu’ammal Harmidy. Jakarta: PT Bina Ilmu.

Al-Quran Karim. 2005. Bandung. PT Syamil Media.

F Liu,et al, “Antitumor effect and Mechanism Carcinoma Cell Lines In Vitro and Xenogrsfted Sarcoma 180 in Kunming Nice. Journal of Gastroenterol. Vol 25, hal 3992

Mart Yulis Hermani.et al, “ Formulasi Salep Ekstrak Air Tokek (Gecko gecko L.) untuk Penyembuhan Luka”. Majalah Farmaseutik. Vol. 8 No. 1. 2012, hal. 121

Triana Nuryastuti,dkk “efek sitotoksik, antiproliferative dan apoptosis serum tikus diberi serbuk tokek per oral terhadap sel WiDr. Jurnal biogenesis. Vol. 5 No. 2. 2017, hal. 136

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama