Kultur Jaringan Anggrek
Oleh: Akhdan Najla Malik Al'Abda
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan berbagai tanaman holtikultura seperti tanaman hias. Salah satu jenis tanaman hias asli Indonesia yag memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersial dan sebagai produk yang banyak diminati adalah anggrek.
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias berbunga yang tidak kalah indahnya dengan tanaman hias berbunga lainnya. Anggrek memiliki bentuk dan corak bunga yang beraneka ragam dan indah dipandang mata. Keindahan bentuk dan bunganya telah membuat tanaman dari keluarga “Orchidaceae” ini banyak dikoleksi oleh semua orang baik hanya untuk hobi saja bahkan sampai di perjual belikan.
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai nilai estetika tinggi. Bisnis anggrek di Indonesia sangat prospektif. Keindahan bunga anggrek memang menimbulkan sensasi tersendiri bagi sebagian orang yang melihatnya. Namun, produksi tanaman anggrek mulai dari bibit anggrek dalam botol, seedling, tanaman remaja maupun tanaman berbunga dan bunga potong di Indonesia masih jauh dari permintaan pasar. Bahkan, kebutuhannya untuk di dalam negeri masih banyak didatangkan dari luar negeri. Salah satu bentuk pemanfaatan bunga anggrek yang cukup besar adalah sebagai bunga potong. Daerah konsumen terbesar anggrek, terutama anggrek potong adalah DKI Jakarta. Daerah ini menyerap hampir 70% produksi anggrek nasional.(Parnata, 2005).
Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek yang paling popular baik dikalangan para penggemar maupun pengusaha anggrek. Usaha budidaya anggrek ini mulai banyak di lakukan karena peminat dari anggrek Dendrobium ini sebesar 50% dari total kebutuhan pasar. Permintaan anggrek di Indonesia setiap tahunnya cenderung selalu meningkat. Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat ini, menyebabkan mulai dikembangkannya teknik kultur jaringan untuk memperbanyak suatu tanaman dengan cepat. Kultur jaringan sendiri merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan dan sel tanaman. Hal ini dilakukan dengan cara sel yang berasal dari spesies tanaman dikulturkan secara septik pada media kultur yang berupa pada maupun cair. (Gembong, 1991).
Phalaenopsis merupakan salah satu genus yang sangat popular dari sekian banyak spesies anggrek yang ada di alam. Genus Phalaenopsis memiliki keragaman dan keindahan luar biasa, selain itu genus ini juga memiliki keragaman dalam warna, corak, bentuk, dan aroma tersendiri yang menyebabkan genus anggrek ini banyak di cari di pasaran. Kebutuhan pasar yang sangat besar terhadap anggrek ini belum seimbang dengan pembudidayaanya di Indonesia. Oleh karena itu ini menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk mengembangkan usaha anggrek ini. (Lisa erfa, 2012).
Tanaman anggrek merupakan tipe tanaman yang memiliki kecepatan tumbuh yang relatif lambat. Cepat lambatnya pertumbuhan setiap jenis anggrek adalah berbeda-beda karena sangat tergantung dari segi pemeliharaan anggrek itu sendiri. Pertumbuhan tanaman anggrek sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam angrek itu sendiri maupun faktor luar. Faktor dari dalam anggrek itu yakni faktor genetik atau jenis anggrek itu, termasuk anggrek alam atau silangan. Jika jenis anggrek alam maka pertumbuhan dan pembungaan akan relatif sangat lama sekali jika tanpa perlakuan khusus, tapi jika jenis anggrek silangan seperti Dendrobium maka pertumbuhan dan pembungaan relatif lebih cepat. Faktor luar yang mempengaruhi yakni intensitas penyinaran cahaya matahari pagi, suhu, kelembaban udara, kebutuhan air, pupuk, serta kecocokan tempat dan media tumbuh, sirkulasi udara, repotting dan serangan hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, teknik budi daya anggrek terutama dalam hal perawatan tanaman perlu diperhatikan sekali agar proses pertumbuhannya dapat dipacu guna meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman anggrek.
Anggrek tergolong anggota famili “Orchidaceae”,dimana merupakan salah satu famili bunga-bungaan yang paling besar, memiliki kurang lebih 43.000 spesies dari 750 generasi yang berbeda. Menurut berbagai informasi diperoleh keterangan lebih kurang sekitar 5.000 spesies anggrek di antaranya terdapat di indonesia dengan penyebaran hampir di seluruh Nusantara. Tanaman anggrek itu sendiri memiliki bermacam fungsi, diantaranya yang paling utama yakni sebagai tanaman hias yang dinikmati keindahan bunganya karena setiap jenis bunga anggrek memiliki bentuk, corak, warna dan wangi yang khas sehingga semua orang tidak jenuh untuk menikmatinya.
Perbanyakan tanaman melalui metode kultur jaringan merupakan peluang besar untuk mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentas dan bebas penyakit. Salah satu kelebihan dari metode ini adalah perbanyakan tanaman dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung musim. Manfaat lain dari metode ini yaitu keseragaman genetik dan memperbanyak tanaman yang sulit secara vegetatif.
Salah satu kendala yang harus dihadapi oleh petani anggrek yang menerapkan metode kultur jaringan adalah tingginya resiko kegagalan saat melakukan penanaman dengan kultur jaringan. Karena saat melakukan penanaman secara in vitro ini harus selalu dalam keadaan yang steril, baik dari ruangan, alat, maupun si penanamnya. Salah satu faktor yang dapat mempercepat pertumbuhan anggrek dengan metode kultur jaringan ini adalah medianya. Dimana setiap petani anggrek yang menerapkan metode kultur jaringan ini akan membuat formulasi media yang mungkin berbeda-beda tergantung dari keinginan sang petani tersebut.
Di Indonesia sendiri belum banyak petani yang menerapkan sistem kultur jaringan ini, hal di karenakan untuk melalukan sistem ini membutuhkan pengetahuan tentang kultur jaringan. Sedangkan sumber pustaka mengenai petunjuk praktis pelaksanaan kultur jaringan juga masih sulit didapatkan. Padahal perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan mempunyai prospek yang sangat baik, karena perbanyakan tanaman dengan sistem ini memiliki banyak keuntungan jika dapat menerapkannya dengan benar.
Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan pengetahuan dasar seperi botani, fisiologi tumbuhan, kimia, dan ilmu-ilmu dasar lai yang akan menunjang kultur jaringan ini. Dalam melalukan kultur jaringan ini juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja secara intensif. Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, seperti laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik yang terkendali dan fasilitas dasar seperti air, listrik, dan bahan bakar.
Kultur Jaringan Anggrek
Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue culture, weefsel cultuus atau gwebe kultur. Kultur adalah budidaya, sedangkan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kelebihan memperbanyak anggrek dengan in vitro adalah kemampuan memperoleh eksplan yang tepat sesuai keinginan. Selain itu juga keseragaman tanaman dapat dipertahankan serta mampu dengan cepat diperoleh bibit unuk skala besar bila diiringi dengan penerapan teknologi yang tepat. Kelebihan kultur jaringan adalah hasil perbanyakan pertama, baik yang berupa biji maupun mata tunas dapat langsung digunakan untuk perbanyakan selanjutnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi dari keberhasilan kultur jaringan anggrek ini, salah satunya adalah penggunaan media tumbuh anggrek yang bervariasi. Variasi media tumbuh anggrek ini biasanya dalam bentuk modifikasi komponen penting dalam media yaitu dengan menambahkan zat-zat lainnya pada media yang mungkin dapat meningkatkan pertumbuhan eksplan, seperti penambahan zat pengantur tumbuh (aukisn dan sitokinin), vitamin, air kelapa, asam amino, maupun jus buah-buahan.
Teknik kultur jaringan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggrek yang semakin meningkat permintaannya di pasaran. Sebelum ditanam sebagai bibit dalam pot, bibit anggrek hasil perbanyakan in vitro ini memerlukan suatu tahap penyesuaian terhadap cekaman lingkungan yang baru, yang disebut tahap aklimatisasi. Tahap aklimatisasi ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan budidaya tanaman secara kultur jaringan. Aklimatisasi ini dapat dilakukan jika planlet sudah memiliki organ yang lengkap. Aklimaisasi sendiri merupakan proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang merupakan masalah penting dalam budidaya tanaman menggunakan bibit dari teknik kulur jaringan. (Handini, 2012).
Protocorm anggrek yang sudah menjadi planlet pada saat aklimatisasi harus segera dipindahkan ke dalam pot agar tanaman planlet memiliki ruang tumbuh yang lebih baik. Pengembangan usaha budidaya anggrek ini meliputi berbagai aspek pembibitan dan pemeliharaan. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah penanaman, media tanam, penyiraman, pengelolaan pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit, terutama pada fase pembibitan baik dalam kompot maupun dalam individual pot.(Yasmin, 2018) bul, agrohorti.
Media Tanam Anggrek
Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman anggrek. Media tanam anggrek memiliki fungsi utama sebagai tempat melekatnya akar serta menyimpan air dan hara. Jika tanaman kekurangan ataupun kelebihan satu atau lebih unsur hara maka dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anggrek. Kebutuhan unsur hara dapat diperoleh dari penyiraman, media tumbuh, dan pemupukan. Jika tanaman kekurangan ataupun kelebihan satu atau lebih unsur hara maka dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anggrek. Kebutuhan unsur hara dapat diperoleh dari penyiraman, media tumbuh, dan pemupukan.
Bibit anggrek dalam botol dengan tanggal penaburan melampaui 2-3 bulan, setelah itu dilakukan subkultur, karena unsur hara yang terkandung dalam media diperkirakan sudah habis dan perlu diganti. Overplanting atau subkultur merupakan pemindahan bibit anggrek ke dalam botol steril yang baru untuk memberikan nutrien baru. Apabila media agar lebih dari tiga bulan tidak diganti, maka media akan tampak kecoklatan, menjadi tipis, dan mengering. Biasanya daun seedlings akan menguning dan layu (kecoklatan) apabila unsur hara yang terkandung dalam media mulai habis.(Hendaryono, 2001).
Media tumbuh yang biasa digunakan untuk pembesaran anggrek adalah media VW (Vacint and Went). Media VW mampu mendorong pembentukan PLB (protocorm likr bodies) sebagai calon tanaman. (Bul, argohorti)
Keberhasilan penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada jenis media. Media kultur tidak hanya mengandung unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat sebagai sumber karbon atau bahan organik lainnya. Penambahan bubur pisang, bubur kentang, zat nabati lainnya yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel pada tanaman anggrek. (Djajanegara, 2010).
Penanaman Aggrek Secara In Vitro
Penanaman anggrek secara in vitro membutuhkan teknik khusus agar saat menanam didalam botol kita tidak melukai media tanam didalam botol sehingga dapat meminimalisir tumbuhnya jamur. Untuk biji anggrek bisa langsung dilakukan penebaran di dalam botol yang berisi media, setelah 3 bulan biji tersembut akan tumbuh menjadi PLB (Proocorm Like Bodies). Untuk PLB in selanjutnya juga akan di pindahkan pada botol baru, dengan cara menyebar PLB didalam botol berisi media dengan rata, dan jangan sampai ada yang menumpuk. Setalah 3 bulan PLB akan tumbuh menjadi master plant yang siap untuk di sub kulturkan. Ke dalam media tanam yang baru, untuk Dendrobium sp. dalam seiap botol diisi 30 lebih tanaman, sedangkan untuk Phalaenopsis sp. diisi hanya 20 setiap media tanam. Penanaman ini dilakukan didalam enkas yang sudah di sterilkan. (Kartiman, 2018).
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan secara kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian menjadi berubah pada lingkungan yang tidak terkendali. Apabila dalam tahap aklimatisasi berhasil maka secara keseluruhan perkembangbiakan secara kultur jaringan berhasil pula. Masa aklimatisasi ini merupakan masa kritis bagi tanaman karena tanaman yang semula mendapat nutrisi dari media secara tiba-tiba harus mencari makanan (nutrisi) sendiri (Andiani, 2018).
Kontaminasi
Masalah utama dalam pembiakan dengan cara kultur jaringan untuk tanaman ini adalah sering terjadinya kontaminasi, akibatnya eksplan yang berupa biji maupun potongan dari tanaman tidak tumbuh normal dan akan membusuk karena ditumbuhi jamur atau bakteri pada medianya. Kontaminasi yang terjadi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya kebersihan. Dalam penanaman dengan cara in vitro ini semua alat yang akan digunakan harus steril serta kebersihan tempat atau lingkungan dan yang akan melalukan penanaman juga harus steril.
Proses kultur jaringan membutuhkan kondisi yang steril. Kalau kondisi terkontaminasi, kultur akan mati atau rusak. Komponen paling rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme adalah media tumbuh dan eksplan. Gunawan (1987), media kultur jaringan merupakan media yang sangat mendukung bagi pertumbuhan jamur dan bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat dan akan menutupi permukaan media dan eksplan yang ditanam. Di samping itu, mikrooganisme akan menyerang eksplan melalui luka-luka akibat pemotongan dan penanganan waktu sterilisasi sehingga mengakibatkan jaringan eksplan. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala berwarna putih, biru atau krem yang disebabkan jamur dan bakteri.
Media tumbuh dan eksplan dapat terkontaminasi oleh mikrooganisme karena keduaduanya dapat berfungsi sebagai subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk bakteri (Doods dan Roberts, 1983) dan jamur (Gunawan, 1987).
Pengamatan dari berbagai macam hasil kultur jaringan, banyak media kultur dan eksplan yang terkontaminasi, dengan menunjukkan koloni yang berwarna putih atau biru untuk jamur dan menampakkan gejala busuk untuk bakteri. Menurut Gunawan (1987), untuk mendeskripsikan bakteri dan jamur diawali dengan pengamatan morfologi. Berdasarkan uraian tersebut, perlu untuk mengetahui jenis-jenis bakteri dan jamur yang terdapat pada medium kultur jaringan dengan eksplan yang terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Parnata, A. S. 2005. Panduan Budidaya dan Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta. 194 hlm.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ferziana dan Lisa Erfa. 2012. Pertumbuhan Seedling Anggrek Phalaenopsis Menjadi Plantlet Pada Media Subkultur II Dengan Penambahan Tripton Dan Atonik. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. 12. Edisi Khusus. Unit Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Politeknik Negeri Lampung. 52-58
Handini, (2012), Pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium lasianthera pada tahap aklimatisasi, Institut Pertanian Bogor,Bogor.
Hendaryono, D. P. 2001. Pembibitan Anggrek Dalam Botol. Kanisius. Yogyakarta. 69 hal.
Yasmin, Zahra Fadhila, dkk.2018. Pembibitan (Kultur Jaringan hingga Pembesaran) Anggrek Phalaenopsis di Hasanudin Orchids, Jawa Timur. Bul. Agrohorti 6(3) : 430-439.
Djajanegara, Ira. 2010. Pemanfaatan Limbah Buah Pisang dan Air Kelapa Sebagai Bahan Media Kultur Jaringan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) Tipe 229. Jurnal Teknik Lingkungan, 11(3) : 373-380.
Kartiman, R., D. Sukma., S. I. Aisyah., dan A. Purwito. 2018. Muliplikasi In Vitro Anggrek Hitam (Coelogyne Pandurata Lindl) Pada Perlakuan Kombinasi NAA dan BAP. Bioteknologi dan Biosans Indonesia. 5(1) : 57-87.
Gunawan, L, W., 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas IPB: Bogor
Dodds, J. H., dan L.W. Robert. 1983. Experiment in Plants Tissue Culture. Cambridge University Press. London.
Indrianto. 2003. Bahan ajar kultur jaringan tanaman. Fakultas Biologi. UGM. Yogyakarta.
Atmoko, Tjipto. 2011. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Unpad, Bandung
Posting Komentar