Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kontaminan Kultur In Vitro Saat Penanaman Anggrek

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONTAMINAN KURTUR IN VITRO SAAT PENANAMAN DI GRIYA ANGGREK CANDI ORCHID SEMARAG

Oleh

Akhdan Najla Malik Al’Abda



ABSTRAK

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai nilai estetika tinggi. Bisnis anggrek di Indonesia sangat prospektif.  Keindahan bunga anggrek memang menimbulkan sensasi tersendiri bagi sebagian orang yang melihatnya. Anggrek yang paling banyak dibudidayakan di Candi Orchid ini adalah Dendrobium sp. dan Phalaenopsis sp.. Masalah utama dalam pembiakan dengan cara kultur jaringan untuk tanaman ini adalah sering terjadinya kontaminasi, akibatnya eksplan yang berupa biji maupun potongan dari tanaman tidak tumbuh normal dan akan membusuk karena ditumbuhi jamur atau bakteri pada medianya. Kontaminasi yang terjadi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya kebersihan. Dalam penanaman dengan cara in vitro ini semua alat yang akan digunakan harus steril serta kebersihan tempat atau lingkungan dan yang akan melalukan penanaman juga harus steril. Faktor penyebab gagalnya kultur invitro setelah penanaman dalam botol yaitu; udara, eksplan, organisme kecil yang masuk dalam enkas/media, botol kultur dan alat-alat yang kurang steril, ruang kerja yang kotor, human error.

Kata kunci : anggrek, Dendrobium sp., penanaman, media,faktor kontaminasi, jenis kontaminasi.

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan berbagai tanaman holtikultura seperti tanaman hias. Salah satu jenis tanaman hias asli Indonesia yag memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersial dan sebagai produk yang banyak diminati adalah anggrek.

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias berbunga yang tidak kalah indahnya dengan tanaman hias berbunga lainnya. Anggrek memiliki bentuk dan corak bunga yang beraneka ragam dan indah dipandang mata. Keindahan bentuk dan bunganya telah membuat tanaman dari keluarga “Orchidaceae” ini banyak dikoleksi oleh semua orang baik hanya untuk hobi saja bahkan sampai di perjual belikan.

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai nilai estetika tinggi. Bisnis anggrek di Indonesia sangat prospektif.  Keindahan bunga anggrek memang menimbulkan sensasi tersendiri bagi sebagian orang yang melihatnya. Namun, produksi tanaman anggrek mulai dari bibit anggrek dalam botol, seedling, tanaman remaja maupun tanaman berbunga dan bunga potong di Indonesia masih jauh dari permintaan pasar.  Bahkan, kebutuhannya untuk di dalam negeri masih banyak didatangkan dari luar negeri.  Salah satu bentuk pemanfaatan bunga anggrek yang cukup besar adalah sebagai bunga potong.  Daerah konsumen terbesar anggrek, terutama anggrek potong adalah DKI Jakarta.  Daerah ini menyerap hampir 70% produksi anggrek nasional.(Parnata, 2005).

Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek yang paling popular baik dikalangan para penggemar maupun pengusaha anggrek. Usaha budidaya anggrek ini mulai banyak di lakukan karena peminat dari anggrek Dendrobium ini sebesar 50% dari total kebutuhan pasar. Permintaan anggrek di Indonesia setiap tahunnya cenderung selalu meningkat. Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat ini, menyebabkan mulai dikembangkannya teknik kultur jaringan untuk memperbanyak suatu tanaman dengan cepat. Kultur jaringan sendiri merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan dan sel tanaman. Hal ini dilakukan dengan cara sel yang berasal dari spesies tanaman dikulturkan secara septik pada media kultur yang berupa pada maupun cair. (Gembong, 1991).

Phalaenopsis merupakan salah satu genus yang sangat popular dari sekian banyak spesies anggrek yang ada di alam. Genus Phalaenopsis memiliki keragaman dan keindahan luar biasa, selain itu genus ini juga memiliki keragaman dalam warna, corak, bentuk, dan aroma tersendiri yang menyebabkan genus anggrek ini banyak di cari di pasaran. Kebutuhan pasar yang sangat besar terhadap anggrek ini belum seimbang dengan pembudidayaanya di Indonesia. Oleh karena itu ini menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk mengembangkan usaha anggrek ini. (Lisa erfa, 2012).

Tanaman anggrek merupakan tipe tanaman yang memiliki kecepatan tumbuh yang relatif lambat. Cepat lambatnya pertumbuhan setiap jenis anggrek adalah berbeda-beda karena sangat tergantung dari segi pemeliharaan anggrek itu sendiri. Pertumbuhan tanaman anggrek sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam angrek itu sendiri maupun faktor luar. Faktor dari dalam anggrek itu yakni faktor genetik atau jenis anggrek itu, termasuk anggrek alam atau silangan. Jika jenis anggrek alam maka pertumbuhan dan pembungaan akan relatif sangat lama sekali jika tanpa perlakuan khusus, tapi jika jenis anggrek silangan seperti Dendrobium maka pertumbuhan dan pembungaan relatif lebih cepat. Faktor luar yang mempengaruhi yakni intensitas penyinaran cahaya matahari pagi, suhu, kelembaban udara, kebutuhan air, pupuk, serta kecocokan tempat dan media tumbuh, sirkulasi udara, repotting dan serangan hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, teknik budi daya anggrek terutama dalam hal perawatan tanaman perlu diperhatikan sekali agar proses pertumbuhannya dapat dipacu guna meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman anggrek.

Anggrek tergolong anggota famili “Orchidaceae”,dimana merupakan salah satu famili bunga-bungaan yang paling besar, memiliki kurang lebih 43.000 spesies dari 750 generasi yang berbeda. Menurut berbagai informasi diperoleh keterangan lebih kurang sekitar 5.000 spesies anggrek di antaranya terdapat di indonesia dengan penyebaran hampir di seluruh Nusantara. Tanaman anggrek itu sendiri memiliki bermacam fungsi, diantaranya yang paling utama yakni sebagai tanaman hias yang dinikmati keindahan bunganya karena setiap jenis bunga anggrek memiliki bentuk, corak, warna dan wangi yang khas sehingga semua orang tidak jenuh untuk menikmatinya.

Perbanyakan tanaman melalui metode kultur jaringan merupakan peluang besar untuk mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentas dan bebas penyakit. Salah satu kelebihan dari metode ini adalah perbanyakan tanaman dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung musim. Manfaat lain dari metode ini yaitu keseragaman genetik dan memperbanyak tanaman yang sulit secara vegetatif.

Salah satu kendala yang harus dihadapi oleh petani anggrek yang menerapkan metode kultur jaringan adalah tingginya resiko kegagalan saat melakukan penanaman dengan kultur jaringan. Karena saat melakukan penanaman secara in vitro ini harus selalu dalam keadaan yang steril, baik dari ruangan, alat, maupun si penanamnya. Salah satu faktor yang dapat mempercepat pertumbuhan anggrek dengan metode kultur jaringan ini adalah medianya. Dimana setiap petani anggrek yang menerapkan metode kultur jaringan ini akan membuat formulasi media yang mungkin berbeda-beda tergantung dari keinginan sang petani tersebut.

Di Indonesia sendiri belum banyak petani yang menerapkan sistem kultur jaringan ini, hal di karenakan untuk melalukan sistem ini membutuhkan pengetahuan tentang kultur jaringan. Sedangkan sumber pustaka mengenai petunjuk praktis pelaksanaan kultur jaringan juga masih sulit didapatkan. Padahal perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan mempunyai prospek yang sangat baik, karena perbanyakan tanaman dengan sistem ini memiliki banyak keuntungan jika dapat menerapkannya dengan benar.

Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan pengetahuan dasar seperi botani, fisiologi tumbuhan, kimia, dan ilmu-ilmu dasar lai yang akan menunjang kultur jaringan ini. Dalam melalukan kultur jaringan ini juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja secara intensif. Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, seperti laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik yang terkendali dan fasilitas dasar seperti air, listrik, dan bahan bakar.

1.2 Tujuan

Tujuan kerja praktik ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan umum :

a. Memperoleh ketrampilan dan pengalaman kerja secara langsung.

b. Memperluas pengetahuan dan wawasan sehubungan antara teori dan penerapannya, sehingga dapat menjadi bekal mahasiswa dalam terjun ke dunia kerja.

c. Memgetahui bagaimana proses kultur in vitro pada anggrek hibrida

d. Mengetahui Faktor apa saja yang dapat menyebabkan kontaminasi pada kultur in vitro

2. Tujuan khusus :

a. Memahami dan mempraktekkan secara langsung teknik kultur jaringan pada anggrek yang ada di Candi Orchid.

b. Mahasiswa ingin menerapkan secara langsung ilmu pengetahuan yang selama ini diperoleh di bangku kuliah.

1.3 Manfaat

Mengetahui serta mendapatkan pengalaman langsung bagaimana cara membudidayakan anggrek hibrida. Mulai dari cara pembuatan media, penebaran benih, mensubkulturkan anggrek tersebut sampai akhirnya menjadi produk anggrek yang siap di tanam di media ruang terbuka, serta perawatannya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Griya Anggrek Candi Orchid Semarang

Candi orchid merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pembibitan anggrek dengan metode kultur jaringan. Selain memproduksi bibit anggrek yang berkualitas, candi orchid ini juga menjual anggrek dalam berbagai ukuran. Candi ochid ini beralamat di jalan Jolotundo I No.16, Siwalan, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah 50162.

2.2 Visi dan Misi Griya Anggrek Candi Orchid Semarang

Perusahaan Candi Orchid Indonesia tergabung dalam Asosiasi Petani Anggrek Multiflora yang diirikan oleh Dinas Pertanian. Dimana bersama-sama dengan mereka memiliki visi untuk mengembangkan budidaya anggrek pasar Semarang ke ranah Internasional. Usaha dalam menyediakan 200 tanaman anggrek secara koninu menjadi langkah untuk memenuhi visi tersebut. Untuk mewujudkan visi ini Candi Orchid memiliki beberapa pegawai untuk membantu proses produksinya.

2.3 Kultur Jaringan Anggrek

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue culture, weefsel cultuus atau gwebe kultur. Kultur adalah budidaya, sedangkan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.

Kelebihan memperbanyak anggrek dengan in vitro adalah kemampuan memperoleh eksplan yang tepat sesuai keinginan. Selain itu juga keseragaman tanaman dapat dipertahankan serta mampu dengan cepat diperoleh bibit unuk skala besar bila diiringi dengan penerapan teknologi yang tepat.  Kelebihan kultur jaringan adalah hasil perbanyakan pertama, baik yang berupa biji maupun mata tunas dapat langsung digunakan untuk perbanyakan selanjutnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi dari keberhasilan kultur jaringan anggrek ini, salah satunya adalah penggunaan media tumbuh anggrek yang bervariasi. Variasi media tumbuh anggrek ini biasanya dalam bentuk modifikasi komponen penting dalam media yaitu dengan menambahkan zat-zat lainnya pada media yang mungkin dapat meningkatkan pertumbuhan eksplan, seperti penambahan zat pengantur tumbuh (aukisn dan sitokinin), vitamin, air kelapa, asam amino, maupun jus buah-buahan.

Teknik kultur jaringan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggrek yang semakin meningkat permintaannya di pasaran. Sebelum ditanam sebagai bibit dalam pot, bibit anggrek hasil perbanyakan in vitro ini memerlukan suatu tahap penyesuaian terhadap cekaman lingkungan yang baru, yang disebut tahap aklimatisasi. Tahap aklimatisasi ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan budidaya tanaman secara kultur jaringan. Aklimatisasi ini dapat dilakukan jika planlet sudah memiliki organ yang lengkap. Aklimaisasi sendiri merupakan proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang merupakan masalah penting dalam budidaya tanaman menggunakan bibit dari teknik kulur jaringan. (Handini, 2012).

Protocorm anggrek yang sudah menjadi planlet pada saat aklimatisasi harus segera dipindahkan ke dalam pot agar tanaman planlet memiliki ruang tumbuh yang lebih baik. Pengembangan usaha budidaya anggrek ini meliputi berbagai aspek pembibitan dan pemeliharaan. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah penanaman, media tanam, penyiraman, pengelolaan pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit, terutama pada fase pembibitan baik dalam kompot maupun dalam individual pot.(Yasmin, 2018) bul, agrohorti.

2.4 Media Tanam Anggrek

Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman anggrek. Media tanam anggrek memiliki fungsi utama sebagai tempat melekatnya akar serta menyimpan air dan hara. Jika tanaman kekurangan ataupun kelebihan satu atau lebih unsur hara maka dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anggrek. Kebutuhan unsur hara dapat diperoleh dari penyiraman, media tumbuh, dan pemupukan. Jika tanaman kekurangan ataupun kelebihan satu atau lebih unsur hara maka dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anggrek. Kebutuhan unsur hara dapat diperoleh dari penyiraman, media tumbuh, dan pemupukan.

Bibit anggrek dalam botol dengan tanggal penaburan melampaui 2-3 bulan, setelah itu dilakukan subkultur, karena unsur hara yang terkandung dalam media diperkirakan sudah habis dan perlu diganti. Overplanting atau subkultur merupakan pemindahan bibit anggrek ke dalam botol steril yang baru untuk memberikan nutrien baru. Apabila media agar lebih dari tiga bulan tidak diganti, maka media akan tampak kecoklatan, menjadi tipis, dan mengering. Biasanya daun seedlings akan menguning dan layu (kecoklatan) apabila unsur hara yang terkandung dalam media mulai habis.(Hendaryono, 2001).

Media tumbuh yang biasa digunakan untuk pembesaran anggrek adalah media VW (Vacint and Went). Media VW mampu mendorong pembentukan PLB (protocorm likr bodies) sebagai calon tanaman. (Bul, argohorti)

Keberhasilan penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada jenis media. Media kultur tidak hanya mengandung unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat sebagai sumber karbon atau bahan organik lainnya. Penambahan bubur pisang, bubur kentang, zat nabati lainnya yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel pada tanaman anggrek. (Djajanegara, 2010).

2.5 Penanaman Aggrek Secara In Vitro

Penanaman anggrek secara in vitro membutuhkan teknik khusus agar saat menanam didalam botol kita tidak melukai media tanam didalam botol sehingga dapat meminimalisir tumbuhnya jamur. Untuk biji anggrek bisa langsung dilakukan penebaran di dalam botol yang berisi media, setelah 3 bulan biji tersembut akan tumbuh menjadi PLB (Proocorm Like Bodies). Untuk PLB in selanjutnya juga akan di pindahkan pada botol baru, dengan cara menyebar PLB didalam botol berisi media dengan rata, dan jangan sampai ada yang menumpuk. Setalah 3 bulan PLB akan tumbuh menjadi master plant yang siap untuk di sub kulturkan. Ke dalam media tanam yang baru, untuk Dendrobium sp. dalam seiap botol diisi 30 lebih tanaman, sedangkan untuk Phalaenopsis sp. diisi hanya 20 setiap media tanam. Penanaman ini dilakukan didalam enkas yang sudah di sterilkan. (Kartiman, 2018).

2.6 Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan secara kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian menjadi berubah pada lingkungan yang tidak terkendali. Apabila dalam tahap aklimatisasi berhasil maka secara keseluruhan perkembangbiakan secara kultur jaringan berhasil pula. Masa aklimatisasi ini merupakan masa kritis bagi tanaman karena tanaman yang semula mendapat nutrisi dari media secara tiba-tiba harus mencari makanan (nutrisi) sendiri (Andiani, 2018).

2.6 Kontaminasi

Masalah utama dalam pembiakan dengan cara kultur jaringan untuk tanaman ini adalah sering terjadinya kontaminasi, akibatnya eksplan yang berupa biji maupun potongan dari tanaman tidak tumbuh normal dan akan membusuk karena ditumbuhi jamur atau bakteri pada medianya. Kontaminasi yang terjadi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya kebersihan. Dalam penanaman dengan cara in vitro ini semua alat yang akan digunakan harus steril serta kebersihan tempat atau lingkungan dan yang akan melalukan penanaman juga harus steril.

Proses kultur jaringan membutuhkan kondisi yang steril. Kalau kondisi terkontaminasi, kultur akan mati atau rusak. Komponen paling rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme adalah media tumbuh dan eksplan. Gunawan (1987), media kultur jaringan merupakan media yang sangat mendukung bagi pertumbuhan jamur dan bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat dan akan menutupi permukaan media dan eksplan yang ditanam. Di samping itu, mikrooganisme akan menyerang eksplan melalui luka-luka akibat pemotongan dan penanganan waktu sterilisasi sehingga mengakibatkan jaringan eksplan. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala berwarna putih, biru atau krem yang disebabkan jamur dan bakteri.

Media tumbuh dan eksplan dapat terkontaminasi oleh mikrooganisme karena keduaduanya dapat berfungsi sebagai subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk bakteri (Doods dan Roberts, 1983) dan jamur (Gunawan, 1987).

Pengamatan dari berbagai macam hasil kultur jaringan, banyak media kultur dan eksplan yang terkontaminasi, dengan menunjukkan koloni yang berwarna putih atau biru untuk jamur dan menampakkan gejala busuk untuk bakteri. Menurut Gunawan (1987), untuk mendeskripsikan bakteri dan jamur diawali dengan pengamatan morfologi. Berdasarkan uraian tersebut, perlu untuk mengetahui jenis-jenis bakteri dan jamur yang terdapat pada medium kultur jaringan dengan eksplan yang terkontaminasi.

 


BAB III

METODE KERJA PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Kerja Praktik (KP) dilaksanakan selama dua bulan mulai dari tanggal 05 Januari sampai 27 Februari 2020. Tempat dilaksanakannya Kerja Praktik (KP) ini berada di Griya Anggrek Candi Orchid, yang bertempat di jalan Jolotundo Semarang.

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Pembuatan Media Tanam

Dalam pembuatan media tanam dalam botol, langkah pertama adalah menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan yaitu : blender, pisang, tomat, kentang, air kelapa, agar-agar, larutan stok untuk media VW, gula, autoclaf. Dalam proses pembuatan media tanam dalam botol ini yang pertama adalah menyiapkan larutan stok untuk media VW seperti KNO3, (NH4)2.SO4, MgSO4.7H20, MnSO4.4H2O, Ca3(PO4)2, KH2PO4, Fe2(C4H4O6)3.2H2O masing-masing diambil sebanyak 100 ml. Lalu ditambahkan BAP 10 ppm, NAA 30 ppm, B1 30 ppm, B6 20 ppm, Myo Inosit 100 ppm, Glisin 20 ppm, nicotinin 20 ppm. Semua komponen tersebut dicampur menjadi satu, setelah itu disiapkan agar-agar 7 bungkus yang dicampur dengan gula 200 gram.

Setelah menyiapkan laruta unuk membuat media VW, selanjutnya menyiapkan beberapa bahan tambahan untuk campuran media VW tadi yaitu, pisang 1,5 kg, tomat 250 gram, air kelapa 1500 cc, dan kentang 750 gram. Kemudian semua bahan ini di blender sampai halus, kemudian dicampurkan dengan semua bahan media VW dalam satu wadah sampai total semuanya menjadi 10 liter. Jika semua bahan elah digabungkan namun belum mencapai 10 liter maka kekurangannya ditambahkan aquadest sampai menjadi 10 liter, lalu di ukur Ph nya. Ph yang baik untuk media ini adalah antara 5,3-5,7, setelah itu ditambahkan arang aktif sebanyak 15 sendok. Setelah itu dimasak sampai mendidih dengan mengaduknya secara terus menerus agar semua bahan tercampur rata.

Setelah media ini mendidih, lalu di cek kembali Phnya, jika ph nya menurun maka ditambahkan NaOH dan jika Phnya naik maka ditambahkan Nacl hingga Phnya berkisar 5,3-5,7. Setelah itu media yang telah jadi dimasukkan kedalam botol-botol yang telah disiapkan dengan takara sau centong di setiap botolnya, lalu ditutup rapat botolnya.

Setelah semua bool telah terisi lalu masuk kedalam tahap sterilisasi menggunakan autoclaf. Saat sterilisasi ini dilakukan maka kita harus selalu mengamati dan mengontrol suhunya karena suhunya harus stabil yaitu 2,7 atm selama 30 menit.

3.2.2 Sterilisasi Alat

Sebelum melakukan penanaman yang pertama harus dilakukan adalah melakukan sterilisasi alat. Alat yang di gunakan antara lain pinset, cawan petri, spatula. Semua alat ini dicuci bersih menggunakan sabun, lalu dilap menggunakan kain bersih setelah itu dibungkus dengan tissue, lalu disterilisasi menggunakan autoclaf dengan suhu 121 derajat celcius dengan tekanan 1 atm selama 30 menit.

3.2.3 Sterilisasi Media

Dalam tahap sterilisasi media ini semua media yang telah dimasukkan ke dalam botol di sterilisasi di dalam autoklaf kurang lebih selama 30 menit. Semua botol disusun didalam autoklaf secara rapi setelah itu ditutup autoclaf dengan rapat. Lalu mulai dinyalakan api kompor dengan api yang besar. Tahap pertama adalah menunggu sampai tekanan sudah mencapai 5 atm, lalu tutup uap dibuka secara perlahan sampai semua uap pertama ini keluar, hal ini dilakukan karena uap pertama ini mengandung banyak bakteri yang harus dikeluarkan. Selanjutnya ditutup kembali sampai tekanan 27 deraja atm. Dan tekanan ini pertahankan selama 30 menit dan dijaga jangan sampai turun atau pun naik. Setelah 30 menit di buka tutup uapnya sedikit demi sedikit hingga semua uapnya keluar dan suhunya mulai turun. Setelah semua uap keluar buka uup autoclaf dan ambil semua botol yang ada di dalamnya lalu dipindahkan dan ditata di dalah lab media. Semua media ini dapat digunakan untuk menanam anggrek jika sudah 2 minggu didiamkan, agar dapat diketahui mana media yang baik dan tidak terkontaminasi jamur maupun bakteri.

3.2.4 SOP sebelum memasuki laboratorium

Hal pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan penanaman anggrek secara in vitro adalah  membersihkan laboratorium sebelum memasukinnya. Laboratorium di sapu dan di pel dengan bersih sambil membuka blower dan ac yang ada didalamnya agar mata tidak pedih karena terkenan paparan formalin. Setelah lab bersih dan kering, blower ditutup kembali dan semua lampu yang ada didalam lab dinyalakan agar penerangan maksimal. Setelah membersihkan laboratorium, selanjutnya melakukan sterilisasi badan. Dimulai dengan mencuci tangan dengan sabun samapi kesela-sela jari hingga bersih, lalu tangan dikeringkan. Setelah itu memakai jas laboratorium yang bersih, lalu kembali membersihkan tangan dengan hand sanitizer. Setelah itu melakukan cheking terhadap glove yang akan digunakan dengan cara meniupnya seperti balon, hal ini dilakukan untuk memastikan apakah glove itu berlubang atau tidak, karena lubang sekecil apapun akan menyebabkan bakteri masuk kedalam enkas. Setelah memastikan glove tidak rusak, lalu memakai glove tersebut dan mengenakan masker untuk melindungi kita dari bau formalin. Setelah itu tangan yang telah tertutup glove di semprot dengan spirtus sampai rata keseluruh tangan. Setelah itu memasuki lab dengan hati-hati karena tangan kita tidak boleh menyentuh apapun, jika tangan menyentuh barang lain maka tangan harus di sterilkan kembali. Setelah penanaman selesai dilakukan, hal yang wajib dilakukan selanjutnya adalah membersihkan enkas dan mensterilkannya dengan menggunakan spirtus samapi bersih, dan alat-alat yang akan digunakan juga disterilkan dengan spirtus. Setelah itu memasukkan media kedalam enkas, sebelum media dimasukkan juga harus di sterilkan dengan disemrpot spirtus dan di lap sampai bersih. Setelah itu enkas ditutup rapat dan dibiarkan minimal 12 jam untuk mensterilkannya sehingga enkas bisa digunakan kembali.

3.2.5 Penanaman Anggrek Dendrobium sp.

Penanam Dendrobium sp. di Candi Orchid ini dilakukan didalam laboratorium yang steril dan hanya boleh dimasuki oleh orang-orang tertentu saja. Dalam menanam Dendrobium sp. dilakukan dengan hati-hati jangan sampai tanaman yang telah ditanam atau pinset melukai media. Karena media yang rusak akan menyebabkan media tersebut terkontaminasi oleh jamur atau bakteri. Dalam menanam final produk setiap botol di isi 30 atau lebih tanaman, sedangkan untuk maser plant pada setiap botolnya diisi penuh dan rata disemua sisi media. Begitupun dengan penebaran PLB (Protocorm Like Bodies) juga disebar rata di atas media.

3.2.4 Penebaran PLB (Protocorm Like Bodies)

Selain melakukan penanaman pada anggrek, kita juga melakukan penebaran PLB (Protocorm Like Bodies). Sama seperti saat melakukan penanaman anggrek, penebaran PLB ini juga dilakukan didalam enkas dengan keadaan yang harus steril. Untuk menebar PLB dari Dendrobium sp. dilakukan dengan hai-hai dan ditebar rata diatas media, sedangkan untuk menebar PLB Phalaenopsis sp. dilakukan dengan lebih hati-hati dan teliti, karena pada setiap botol hanya berisi 20 PLB. Ini lah yang menjadi perbedaan pada penebaran antara PLB Dendrobium sp. dengan PLB Phalaenopsis sp.

  

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.1 penanaman Dendrobium sp. Kode Enkas C.

No

Hari/tanggal

Jumlah yang dihasilkan (Botol)

Hambatan

Jumlah kontam

1.

Selasa, 21 Januari 2020

5

Penanaman masih lambat karena belum terbiasa

79

2.

Rabu, 22 Januari 2020

7

Masterplan masih kecil sehingga kesulitan saat menanam

3.

Kamis, 23 Januari 2020

12

Botol yang susah dibuka karena terlalu rapat

4.

Jumat, 24 Januari 2020

12

Belum terbiasa Tebar Biji

5.

Senin, 27 Januari 2020

12

Media Lembek (media hari ke-4)

6.

Selasa, 28 Januari 2020

17

-

7.

Rabu, 29 Januari 2020

11

-

8.

Kamis, 30 Januari 2020

10

-

9.

Jumat, 31 Januari 2020

8

2 botol menanam biji kering sehingga tidak akan tumbuh

10.

Senin, 03 Februari 2020

14

-

11.

Selasa, 04 Februari 2020

8

Akar masterplant terlalu panjang

12.

Rabu, 05 Februari 2020

7

-

13.

Kamis, 06 Februari 2020

5

Glove sobek karena seminggu tidak diganti

14.

Jumat, 07 Februari 2020

10

Transplanting banyak yang sudah menguning

15.

Senin, 10 Februari 2020

10

-

16.

Selasa, 11 Februari 2020

10

-

17.

Rabu, 12 Februari 2020

9

-

18.

Kamis, 13 Februari 2020

4

-

19.

Jumat, 14 Februari 2020

8

-

20.

Senin, 17 Februari 2020

10

Botol media tanam pertama terdapat jamur

21.

Selasa, 18 Februari 2020

8

-

22.

Rabu, 19 Februari 2020

8

-

23.

Kamis, 20 Februari 2020

6

-

24.

Jumat, 21 Februari 2020

7

Setelah botol ke 7 membuka media yang terdapat jamur

25.

Senin, 24 Februari 2020

5

-

26.

Selasa, 25 Februari 2020

7

-

27.

Rabu, 26 Februari 2020

6

-

 

Jumlah

242

-

79

 

Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan berperan menghasilkan tanaman yang bebas jamur. Kultur anggrek dilakukan secara invitro yang metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ yang ditumbuhkan di atas medium secara aseptik dalam ruangan yang terkendali, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan meregenerasi menjadi tanaman yang lengka, dalam penanaman anggrek yang ditanam adalah PLB (Protocormlike bodies ), serta sub kultur sampai berusia satu setengah tahun.

Produksi plb adalah salah satu metode perbanyakan anggrek secara cepat. Plb dapat diperbanyak secara langsung (embriogenesis langsung) dan tidak langsung (embriogenesis tidak langsung). Keberhasilan perbanyakan melalui plb tergantung dari eksplan, genotipe dan media kultur. Media yang tidak tepat atau rusak dapat menyebabkan plb gagal terbentuk atau beregenerasi.

Menurut ahli biologi dari German yaitu Schleiden dan Schwann menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat autonom dan bersifat totipotensi. Sel bersifat autonom artinya dapat melakukan metabolisme, tumbuh dan berkembang secara mandiri jika diisolasi tunas dari jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai kemampuan dari sel untuk tumbuh dan meregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali(Indriyanto, 2003).

Faktor pembatas dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan salah satu nya adalah dengan terjadinya kontaminasi pada setiap masa dalam pada periode kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik internal maupun eksternal), organisme kecil yang masuk kedalam media (seperti semut), botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kurang steril (spora di udara). Eksplan dapat terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Namun sumber utama kontaminasi adalah spora jamur dan bakteri yang membentuk bagian alami dari atmosfer. Banyak yang bersifat non patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal.

Sebelum melakukan penanaman pada eksplan seorang praktikan harus melaksanakan SOP yang ada terlebih dahulu. Menurut Tjipto Atmoko (2011), Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan, Oleh karena itu SOP melakukan faktor penting sebelum melakukan kegiatan penanaman anggrek dengan metode invitro. Prosedur kerja di Lab candi orchid Semarang yang pertama adalah memperhatikan kebersikan lab tempat kerja yang nantinya akan digunakan untuk penaman, laboratorium harus disapu dan dipel dlu sebelum digunakan hal ini bertujuan untuk menjaga lab dalam keadaan bersih dan mengurangi tingkat kontaminan pada eksplan yang ditanam, Prosedur yang kedua yaitu pemkaian jaslab,masker dan glove, Jas lab berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bahan kimia, masker berfungsi agar mengurangi bau formalin yang digunakan agar tidak mengganggu aktivitas saat menanam, kemudian yang terakhir yaitu pemakaian glove, sebelum memakai glove tangan harus dicuci dengan sabun terlebih dahulu karena sabun memiliki sifat basa kuat yang dapat merusak membran kuman maupun mikrobia yang hinggap di tangan sehingga kuman dapat lebih dikurangi, setelah tangan dibasuh dengan air dan dikeringkan selanjutnya diberi handsanitazer yang merupakan pembersih tangan yang memiliki kemampuan antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri (Retnosari dan Isdiartuti, 2006).Menurut Diana, 2012 Hand sanitizer gel merupakan pembersih tangan berbentuk gel yang berguna untuk membersihkan atau menghilangkan kuman pada tangan, mengandung bahan aktif alkohol 60%.Setelah selesai dipakai glove yang telah disediakan dan pastikan bahwa glove yang akan dipakai tidak berlubang karena sedikit lubang pada glove dapat menyebabkan seluruh eksplan yang ditanam mengalami kontaminan dikarenakan meskipun tangan sudah di sterilisasi secara benar namun tangan belum tentu 100% steril sehingga mikroorganisme yang berada di tangan bisa masuk ke enkas dan menyebar ke media eksplan dan menyebabkan terjadinya kontaminasi. Setelah yakin bahwa glove yang dipakai dalam keadaan bagus dan tidak berlubang disemprotkan spirtus 70% agar lebih steril.

Kontaminasi yang sering terjadi setelah penanaman invitro menggunakan enkas dibagi dua jenis yaitu karena human error dan karena penamaman ke media yang telah terkontaminasi. Kontaminasi akibat human error biasanya terjadi pada saat persiapan sterilisasi tangan sebelum memasuku laboratorium yaitu saat pencucian tangan yang kurang bersih, pemakaian glove yang kurang steril, dan kuku yang panjang dapat mengakibatkan kontaminasi karena dalam kuku terdapat kotoran berupa bakteri maupun jamur, dan yang kedua adalah kontam akibat media yang telah terkontaminasi yang berisi serbuk jamur terbuka didalam enkas yang mana spora bertebaran setelah tutup dibuka sehingga menyebabkan spora tersebar dan masuk kedalam botol yang telah steril yang telah terbuka.

Pada tabel diatas menggunakan enkas kode C menghasilkan sub kultur sebanyak 242 botol dan kontaminasi total berjumlah 79 botol, jika dihitung persentase kegagalan sekitar 33%. angka tersebut cukup tinggi dikarenakan berbagai macam faktor seperti kurangnya sterilisasi tangan, rusaknya glove saat penanaman, kurang bersihnya explan saat di sub kultur, daun yang membusuk ikut tertanam, penanaman yang terlalu dalam ke media, penekanan pinset ke explan yang terlalu keras, kotoran explan yang telah menguning, kontaminasi yang berasal dari master plant,terlalu banyak bergerak saat didalam enkas, media terlalu padat/terlalu cair, dan terjadinya browning atau pencoklatan.

Kurangnya sterilisasi tangan yaitu ketika tangan dibersihkan dengan sabun pencucian yang dilakukan kurang bersih, selanjutnya tangan diberi handsanitazer untuk membunuh kuman terlalu sedikit, dan pada saat sterilisasi glove kurang banyak disemprot dengan spirtus alkohol 70% sehingga masih meninggalkan kotoran penyebab kontaminasi.

Sebelum explan ditanam ke media subkultur yang baru tanaman explant perlu dibersihkan dari biji cokelat dan daun yang telah menguning cokelat atau telah membusuk , hal ini dimaksudkan agar explan yang ditanam di media yang baru tetap steril dan tidak ikut membusuk yang bisa mengakibatkan kontaminan media dan menguningnya explan yang telah ditanam.

Kontaminan juga dapat berasal dari explant yang tealah terkontaminasi , ciri cirinya adalah pada media eksplan terdapat jamur atau bakteri yang telah tumbuh, oleh karena itu praktikan harus teiti dalam mengamati explan sebelum ditanam di media sub kultur yang baru. Explan yang terkontaminasi jamur biasanya berwarna putih - abu-abu dan yang terkontaminasi bakteri biasanya berwarna merah- oranye berlendir. Hal ini sesuai dengan Gunawan, 1987 yang menyatakan bahwa Pengamatan dari berbagai macam hasil kultur jaringan, banyak media kultur dan eksplan yang terkontaminasi, dengan menunjukkan koloni yang berwarna putih atau biru untuk jamur dan menampakkan gejala busuk untuk bakteri.

Adapun kontaminasi yang sering terjadi pada kultur jaringan tanaman terdiri atas 2 jenis yaitu kontaminasi oleh bakteri atau kontaminasi oleh jamur. Untuk membedakan kedua jenis kontaminasi ini, dapat dilihat dari ciri-ciri fisik yang muncul pada eksplan maupun media kultur. Bila terkena kontaminasi bakteri maka tanaman akan basah atau menyebabkan lendir, hal ini dikarenakan bakteri langsung menyerang terhadap jaringan dari tubuh tumbuhan itu sendiri. Sedangkan bila terkontaminasi oleh jamur, tanaman akan lebih kering, dan akan muncul hifa jamur pada tanaman yang terserang dan biasanya dapat dicirikan dengan adanya garis-garis (seperti benang) yang berwarna putih sampai abu-abu.

Kontaminasi jamur dan bakteri dapat disebabakan karena kontaminasi media dikarenakan tutup botol media yang berupa dakron terlalu renggang sehingga udara yang membawa jamur ataupun bakteri dari lingkungan  dapat masuk melalui celah yang timbul sehingga mengakibatkan media agar terkontaminasi, kemudian kontaminasi dapat terjadi karena saat penanaman in vitro media mengalami kerusakan atau goresan akibat terkena pinset yang kurang steril.

Tanaman tropika mempunyai kandungan senyawa fenol yang tinggi yang teroksidasi ketika sel dilukai atau terjadi senesens (George dan Sherrington 1984). Akibatnya jaringan yang diisolasi menjadi coklat atau kehitaman dan gagal tumbuh. Pencoklatan jaringan terjadi karena aktivitas enzim oksidase yang mengandung tembaga seperti polifenol oksidase dan tirosinase (Lerch 1981) yang dilepaskan atau disintesis dan tersedia pada kondisi oksidatif ketika jaringan dilukai.

 

Faktor yang menyebabkan terjadinya kontaminasi

 

Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering terjadi pada kultur in vitro. Pada kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang dengan pesat. Kontaminasi pada kultur in vitro dapat berasal dari:

a. Udara : Udara yang dari luar masuk kedalam enkas karena kerakan tangan yang berlebihan menyebabkan kontaminasi dikarenakan udara bisa membawa spora jamur apabila masuk kedalam enkas dan tutuup botol kultur terbuka spora jamur bisa masuk dan hinggap pada media agar dan berkembang menjadi kontaminasi jamur.

b. Eksplan, baik secara eksternal maupun internal.

. Organisme kecil yang masuk ke dalam media.

d. Botol kultur serta alat-alat yang kurang steril.

e. Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.

f. Kecerobohan dalam bekerja dan ketidak sesuaian dengan SOP.

Setiap eksplan memiliki tingkat kontaminasi permukaan yang berbedan tergantung dari :

a. Sub kultur anggrek yang telah menguning/membusuk

b. Bagian tumbuhan yang terluka

c. Morfologi permukaan media yang terlalu padat atau terlalu cair

d. Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang)

e. Umur tumbuhan (seedling atau tumbuhan dewasa

f. Kondisi tumbuhannya (sehat atau sakit)

Mikroorganisme penyebab kontaminasi dapat berupa bakteri, fungi, protozoa,, virus dan lain-lain. Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benang-benang halus yang berwarna putih, yang merupakan miselium fungi. fungi dapat menginfeksi jaringan secara sistemik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan jaringan eksplan akan mati. Selain itu, kontaminasi oleh bakteri ditandai munculnya bercak-bercak berlendir pada media atau eksplan. Bercak tersebut biasanya berwarna putih yang merupakan koloni bakteri. Bakteri lebih sulit untuk dideteksi dibandingkan dengan fungi karena dapat masuk ke dalam ruang antar sel.

 

Faktor yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada media:

a.  Tidak kuatnya tutup botol. Botol ditutup menggunakan tutup karet yang ditutup sedemikian rupa sangat rapat agar factor-faktor penyebab kontam tidak masuk ke dalam botol. Apabila tutup (tutup karet) tidak rapat maka tidak menutup kemungkinan terjadinya kontaminasi.

b. Media steril yang sudah di autoclave yang di simpan beberapa hari dengan maksud untuk melihat kontaminasi atau tidak, seringkali juga menjadi penyebab kontaminasi, karena tempat penyimpanan yang tidak steril serta tutup botol yang tidak kuat atau rapat.

c. Pada saat autoclave dibuka, maka kita harus ingat bahwa kondisi lingkungan tidak steril sehingga berpeluang masuknya kontaminasi ke dalam botol. Oleh sebab itu maka sebaiknya membuka autoclave seharusnya diruang steril, dan tutup botol harus segera dikuatkan kembali.

d. Terjadinya pengerasan pada media diakibatkan kelalaian dalam proses pemasakan media yang dilakukan secara berulang-ulang. 

e. Kondisi praktikan yang tidak aseptik, yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada media tanam akibat dari mikroorganisme yang tersebar dan dibawa oleh praktikan.

 

Faktor yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada eksplan yang dikultur:

a.  Pada saat melakukan di enkas maka kondisi tangan tidak boleh keluar dari tempat tersebut, dan sebelum masuk tangan harus disemprot alcohol terlebih dahulu. Apabila terjadi kelalaian tangan tidak disemprot atau tangan tidak sengaja keluar dari laminar saat bekerja maka tidak menutup kemungkinan factor kontam akan masuk ke dalam.

b. Pada saat disubkultur dan di belah-belah, maka terjadilah luka baru maka terbukalah peluang keluarnya mikroba dari dalam sel eksplan tersebut dan akhirnya mengontaminasi kultur tersebut.

c.  Adanya kontaminan disekeliling botol, bahkan di sekitar leher botol, maka pada saat subkultur, bila kita tidak hati-hati maka masuklah kontaminan tersebut ke dalam botol dan menempel pada eksplan, dan terbawa ke media yang baru.

d.   Terkontaminasi oleh media disekitar yang mengalami kontaminasi. Contohnya pada saat membuka botol media yang telah tumbuh jamur kemudian membukabotol lainnya sehingga spora jamur tersebar dan mengkontaminasi semua media yang tela dibuka.

 

Pada tabel 1.1 terjadi beberapa hambatan pada saat penanaman kultur in vitro, antara lain pada hari tanggal 22 januari 2020 terjadi hambatan yaitu masterplant masih sangat kecil sehingga sulit menanam pada botol, karena tidak bisa menggunakan teknik sebar dikarenakan ukurannya sekitar 1,5cm - 2cm dan sudah memiliki aka, apabila penanaman tidak hati hati dan melakukan pasang cabut eksplant dan pinset melukai media dapat membuat membuat kontaminan karena bagian atas media agar terluka dan dapat menyebabkan mikroorganisme masuk melalui luka tersebut.

Pada tanggal 23 Januari 2020 saat penanaman invitro terjadi hambatan berupa tutup botol sulit dibuka karena terlalu rapat, hal ini dapat menyebabkan glove rusak didalam enkas jika membuka botol tidak secara hati-hati. Jika glove sampai terbuka atau koyak tidak boleh menanam lagi dikarenakan hasilnya sudah pasti kontam karena sudah pasti mikrobia atau jamur yang berada di tangan masuk kedalam enkas.

Pada tanggal 24 Januari 2020 terjadi hambatan karena belum terbiasa menebar biji yang masih kecil, sehingga biji yang sudah hitam/cokelat dan kotor tidak bisa tumbuh ikut disebar, kotoran tersebut dapat menjadi media tumbuh jamur maupun bakteri karena telah membusuk.

Pada tanggan 27 Januari 2020 memakai media lembek (media yang dibuat pada hari ke-4), media ini menyulitkan saat malakukan penanaman karena media tidak setabil dan cair sehingga kultur tidak bisa maksimal(ambruk) dan bahkan terlepas, media yang lembek ini karena pencampuran agar media kurang sehingga tidak bisa memadat. Biasanya media yang lembek tidak dibuang tapi digunakan sebagai media untuk tebar eksplan maupun plb yang ukurannya masih sangat kecil.

  Pada tanggal 30 Januari 2020 menanam biji kering, yang nantinya dipastikan tidak tumbuh karena biji yang sudah kering tidak dapat membelah lagi maupun tumbuh meskipun sudah diberikan nutrisi yang mencukupi. Menyebar biji yang sudah mati termasuk dalam permborosan penggunaan media.

Pada tanggal 4 Februari 2020 Hambatannya adalah akar masterplant terlalu panjang sehingga sulit ditanam dan dapat melukai media agar menyebabkan media rusak terlebih juka media yg diggunakan media keras dapat menyebabkan media hancur dan tidak bisa ditanam lagi.

Pada tanggal 6 Februari 2020 Glove sobek karena seminggu tidak diganti, glove yang sudah berkali kali di sterilkan dan dipakai ulang secara terus menerus dapat mengurangi elestisitas glove dan setelah lama penggunaan glove akan rusak, oleh sebab itu glove yang digunakan untuk kultur paling tidak setelah 5 kali dipakai dan di sterilkan harus diganti baru agar angka kontaminan kultur dapat diminimalisir.

Pada Tanggal 17 Februari 2020 Botol media tanam pertama terdapat jamur. Botol media jamur yang telah dibuka menyebabkan spora menyebar didalam enkas, bila penanaman tetap dilanjutkan maka semua media kultur akan kontam ditumbuhi jamur.Oleh sebab itu sebelum membuka botol diamati terlebih dahulu ada atau tidaknya jamur pada media botol.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan berperan menghasilkan tanaman yang bebas jamur. Kultur anggrek dilakukan secara invitro yang metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ yang ditumbuhkan di atas medium secara aseptik dalam ruangan yang terkendali, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri.

Faktor penyebab gagalnya kultur invitro setelah penanaman dalam botol yaitu; udara, eksplan, organisme kecil yang masuk dalam enkas/media, botol kultur dan alat-alat yang kurang steril, ruang kerja yang kotor, human erroe(tidak sesuai SOP).

Kontaminan jamur akibat kesalahan SOP dan kontam akibat media yang sudah tumbuh jamur dapat dibedakan, jika kontaminan akibat human error maka kontaminasi terjadi di pinggiran botol, dan jika akibat media kontam dapat dilihat awal mula kontaminasi terjadi di tengah botol invitro setelah penanaman.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Parnata, A. S. 2005. Panduan Budidaya dan Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta. 194 hlm.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ferziana dan Lisa Erfa. 2012. Pertumbuhan Seedling Anggrek Phalaenopsis Menjadi Plantlet Pada Media Subkultur II Dengan Penambahan Tripton Dan Atonik. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. 12. Edisi Khusus. Unit Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Politeknik Negeri Lampung. 52-58

Handini, (2012), Pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium lasianthera pada tahap aklimatisasi, Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Hendaryono, D. P. 2001. Pembibitan Anggrek Dalam Botol. Kanisius. Yogyakarta. 69 hal.

Yasmin, Zahra Fadhila, dkk.2018. Pembibitan (Kultur Jaringan hingga Pembesaran) Anggrek Phalaenopsis di Hasanudin Orchids, Jawa Timur. Bul. Agrohorti 6(3) : 430-439.

Djajanegara, Ira. 2010. Pemanfaatan Limbah Buah Pisang dan Air Kelapa Sebagai Bahan Media Kultur Jaringan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) Tipe 229. Jurnal Teknik Lingkungan, 11(3) : 373-380.

Kartiman, R., D. Sukma., S. I. Aisyah., dan A. Purwito. 2018. Muliplikasi In Vitro Anggrek Hitam (Coelogyne Pandurata Lindl) Pada Perlakuan Kombinasi NAA dan BAP. Bioteknologi dan Biosans Indonesia. 5(1) : 57-87.

Gunawan, L, W., 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas IPB: Bogor

Dodds, J. H., dan L.W. Robert. 1983. Experiment in Plants Tissue Culture. Cambridge University Press. London.

Indrianto. 2003. Bahan ajar kultur jaringan tanaman. Fakultas Biologi. UGM. Yogyakarta.

Atmoko, Tjipto. 2011. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Unpad, Bandung

Lampiran 1. Komposisi Media

Komposisi Media

1. Komposisi Media Vacin and Went (VW)

Larutan stock mericlone

Komponen

Jumlah per liter media

Larutan stock

Volume yang digunakan

Tricalsium-phospat

Ca3(PO4)2

200 mg

20 g/ltr

 

 

 

 

 

 

 

10 ml

Potasium nitrat

KNO3

525 mg

52,5 g/ltr

Mono-potasium-phosphate

KH2PO4

250 mg

25 g/ltr

Magnesium-sulfat

MgSO4.7H2O

250 mg

25 g/ltr

Ammonium-sulfat

(NH4)2SO4

500 mg

50 g/ltr

Ferri-tartrat

((Amend Drug chemical Co, N, Y)

28 mg

2,8 g/ltr

Mangan-sulfat

MnSO4.2H2O

7,5 mg

0,75 g/ltr

Saccharose

Gula

20 gram

 

 

Agar

-

-

 

Air

-

850 cc

 

Air kelapa

-

150 cc

 

BAP

-

2 mg

 

NAA

-

0,5 mg

 

Vit B1

-

3 ml

 

Vit B6

-

1.5 ml

 

Myo inosit

-

100 mg/1 liter

 

Glisin

-

2 mg

 

Nikotinamida

-

1 mg

 

 

2. Komposisi media 10 liter

NO

Nutrisi

Ppm

1.

Potasium nitrat (KNO3)

100 ml

2.

Ammonium sulfat (NH4)2.SO4

100 ml

3.

Magnesium sulfat MgSO4.7H2O

100 ml

4.

Mangan Sulfat MnSO4.4H2O

100 ml

5.

Tricalsium phosphate Ca3(PO4)2

100 ml

6.

Monopotasium phosphate KH2PO4

100 ml

7.

Ferry tartrat Fe2(C4H4O6)3.2H2O

100 ml

8.

BAP

10 ppm

9.

NAA

30 ppm

10.

B1

30 ppm

11.

B6

20 ppm

12.

Myo Inosit

100 ml

13.

Glisin

20 ppm

14.

Nicotinin

20 ppm

15.

Gula

200 gram

16.

Pisang

1,5 kg

17.

Tomat

250 gram

18.

Air kelapa

1500 cc

19.

Kentang

750 gram

20.

Agar

Bungkus

 

3. Komposisi Media 20 Liter

NO

Nutrisi

Ppm

1.

Potasium nitrat (KNO3)

200 ml

2.

Ammonium sulfat (NH4)2.SO4

200 ml

3.

Magnesium sulfat MgSO4.7H2O

200 ml

4.

Mangan Sulfat MnSO4.4H2O

200 ml

5.

Tricalsium phosphate Ca3(PO4)2

200 ml

6.

Monopotasium phosphate KH2PO4

200 ml

7.

Ferry tartrat Fe2(C4H4O6)3.2H2O

200 ml

8.

BAP

20 ppm

9.

NAA

60 ppm

10.

B1

60 ppm

11.

B6

40 ppm

12.

Myo Inosit

200 ml

13.

Glisin

40 ppm

14.

Nicotinin

40 ppm

15.

Gula

400 gram

16.

Pisang

3 kg

17.

Tomat

500 gram

18.

Air kelapa

3000 cc

19.

Kentang

750 gram

20.

Agar

14 bungkus

 

 

 

 

 

4. Komposisi Media dengan Penambahan Pepton (200 liter)

1.

Potasium nitrat (KNO3)

200 ml

2.

Ammonium sulfat (NH4)2.SO4

200 ml

3.

Magnesium sulfat MgSO4.7H2O

200 ml

4.

Mangan Sulfat MnSO4.4H2O

200 ml

5.

Tricalsium phosphate Ca3(PO4)2

200 ml

6.

Monopotasium phosphate KH2PO4

200 ml

7.

Ferry tartrat Fe2(C4H4O6)3.2H2O

200 ml

8.

BAP

20 ppm

9.

NAA

60 ppm

10.

B1

60 ppm

11.

B6

40 ppm

12.

Myo Inosit

200 ml

13.

Glisin

40 ppm

14.

Nicotinin

40 ppm

15.

Gula

300 gram

16.

Pepton

20 gram

17.

Pisang

3 kg

18.

Tomat

500 gram

19.

Air kelapa

3000 cc

20.

Kentang

750 gram

21.

Agar

14 bungkus


Dokumentasi Kegiatan






Gambar 1.14. Dendrobium sp.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama