Toleransi Osmotik pada Eritrosit

 TOLERANSI OSMOTIK PADA ERITROSIT

Oleh:

Ami Nurohmah


Abstrak

Pengamatan toleransi osmotik eritrosit bertujuan untuk mengetahui kecepatan terjadinya hemolisis dan krenasi pada tekanan osmotik yang berbeda-beda dan mengetahui presentase hemolisis eritrosit pada tekanan osmotik yang berbeda-beda. Hasil menunjukan bahwa presentasi hemolisis paling banyak terjadi pada larutan NaCl dengan konsentrasi 0,4%. Kecepatan hemolisis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan cairan di luar sel eritrosit. Cairan hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya tampak berkerut-kerut atau yang disebut krenasi. Sebaliknya, cairan hipotonis akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan mengembung dan kemudian pecah yang disebut hemolisis.

Kata kunci: osmotik, krenasi, hemolisis

Pendahuluan

Darah adalah cairan yang tersusun atas plasma cair (55%), yang komponen utamanya adalah air, dan sel-sel yang mengambang di dalamnya (45%). Sel darah terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet) (Watson, 2002).

Sel darah merah (eritrosit) adalah jenis sel darah yang jumlahnya paling banyak dalam tubuh dan memiliki fungsi sebagai pengangkut oksigen dan diedarkan  ke jaringan – jaringan tubuh.  Didalam Sel darah merah Terdapat molekul hemoglobin, hemoglobin adalah jenis molekul yang dapat mengikat oksigen. Warna merah pada sel darah merah berasal dari warna hemoglobin yang terbuat dari unsur zat besi. Hemoglobin adalah protein utama tubuh yang teradapat dalam eritrosi yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru – paru dan diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan membawa kemabli karbon dioksida dari jaringan tubuh kembali ke paru – paru untuk dikeluarkan (Mifbakhuddin, 2011).

Osmosis adalah proses pergerakan molekul air dari larutan dengan konsentrasi rendah menuju larutan dengan konsentrasi tinggi melalui membran semipermeable (selektif permeable). Keadaan membran sel dan kapiler permeabel terhadap air sehingga kadarnya sama. Membran semipermeable adalah membran yang hanya dapat dilewati oleh beberapa molekul tertentu seperti air, namun tidak dapat dilewati zat terlarut secara langsung seperti protein (I Made Suma, 2011).

Krenasi adalah sebuah keadaan dimana sel menjadi mengkerut atau mengempis dikarenakan kehilangan atau keluarnya air dari dalam sel keluar sel dalam jumlah yang banyak karena dipengaruhi keadaan lingkungan sel yang hipertonis sehingga terjadi osmosis (Suwolo, 2000).

Lisis adalah keadaan dimana air dari lingkungan masuk kedalam sel dalam jumlah yang berlebih, akibatnya sel menggelembung dan pecah diakibatkan membran sel tidak mampu menahan bentuk sel, pada sel darah merah (eritrosit) peristiwa lisis disebut homeolisis atau peristiwa pecahnya eritrosit yang disebabkan masuknya air kedalam sel darah merah dan mengakibatkan hemoglobin keluar dari dalam sel dan larutan ke lingkungannya. Membran plasma sel darah merah selektif permeable sehingga dapat dilewati oleh air, dan zat – zat tertentu dapat juga melewatinya namun ada juga yang tidak dapat mlewatinya. (Suwolo, 2000).

Keadaan toleransi sel darah merah (eritrosit) terhadap tingkat berbagai kepekatan medium apakah akan mengalami lisis atau krenasi, bergantung pada keadaan lingkungan dari sel darah merah itu sendiri, apakah sel darah merah berada pada larutan hipertonis atau larutan hipotonis akan menunjukan bentuk  dapat diamati.(Dyah Ayu, 2013).

 

Metode

Praktikum gerak refleks dan termoregulasi kodok ini dilaksanakan pada hari Senin, 22 April 2019 pukul 10.20 WIB di Laboratorium Biokimia Kampus 2 UIN Walisongo Semarang.

Alat  yang digunakan dalam praktikum adalah mikroskop, obyek glass, kaca penutup, pipet, gelas beaker, alat suntik/lancet, dan pelat tetes. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah, EDTA, alkohol 70%, NaCl 0.4%, 0,9%, 3%, dan akuades.

Prosedur kerja:

Langkah pertama yang dilakukan adalah pengambilan sampel darah dari probandus dengan alat sunti/lanset, sebelum mengambil darah sebaiknya jari yang akan diambil darahnya diberi alkohol terlebih dahulu. Dibuang tetesan darah pertama probandus dan letakan tetesan darah kedua hingga beberapa tetes ke dalam pelat tetes. Kemudian beri larutan EDTA pada pelat tetes sebagai zat antikoagulan. Disiapkan objek glass dan tetesi objek glass dengan sampel darah probandus. Tutup objek glass dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop. Dilakukan pengamatan darah menggunakan  larutan NaCl 0,4%,0,9%, #% dan akuades. Dicatat kapan terjadinya hemolisis dan krenasi.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Tabel pengamatan toleransi osmotik  eritrosit

No

Perlakuan

Waktu

Keterangan

1.

Akuades

2 menit

Menggelembung

2.

NaCl 0,4%

3 menit

Hemolisis

3.

NaCl 0,9%

3 menit

Hemolisis

4.

NaCl 3%

3.15 menit

Krenasi

5.

EDTA

2 menit

Normal

 

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik  eritrosit yang ditetesi akuades sehingga eritrositnya mengembung berlaku sebagai kontrol. Sedangkan pengamatan pada larutan  NaCl konsentrasi 0,4% dan 0,9% eritrosit nampak menggembung atau bengkak sehingga dapat dikatakan bahwa pada konsentrasi tersebut eritrosit mengalami hemolisis. Hal tersebut terjadi karena larutan NaCl pada konsentrasi 0,4% dan 0,9% bersifat hipotonik, sehingga terjadi osmosis atau perpindahan cairan dari konsentrasi rendah yaitu larutan NaCl 0,4% dan 0,9% menuju ke cairan yang berkonsentrasi lebih tinggi yaitu sitoplasma eritrosit, dengan kata lain air dari larutan NaCl tersebut akan ditarik masuk ke dalam eritrosit sehingga mengembang dan pecah atau lisis.

Cairan yang memiliki kekentalan atau konsentarasi sama dengan cairan dalam sel disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi daripada dalam sel disebut hipertonis, dan lebih rendah daripada sel disebut hipotonis. Cairan hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya tampak berkerut-kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolysis.Sebaliknya, cairan hipotonis akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah (hemolisis) (Djukri dan Heru, 2015).

Lisis adalah keadaan dimana air dari lingkungan masuk kedalam sel dalam jumlah yang berlebih, akibatnya sel menggelembung dan pecah diakibatkan membran sel tidak mampu menahan bentuk sel, pada sel darah merah (eritrosit) peristiwa lisis disebut homeolisis atau peristiwa pecahnya eritrosit yang disebabkan masuknya air kedalam sel darah merah dan mengakibatkan hemoglobin keluar dari dalam sel dan laruta ke lingkungannya. Membran plasma sel darah merah selektif permeable sehingga dapat dilewati oleh air, dan zat – zat tertentu dapat juga melewatinya namun ada juga yang tidak dapat mlewatinya. (Suwolo, 2000).

Peristiwa krenasi ditunjukkan pada eritrosit yang berada pada larutan NaCl 3% yaitu eritrosit nampak mengecil dan mengkerut ketika diamati dengan mikroskop. Hal tersebut terjadi karena larutan NaCl pada konsentrasi tersebut  bersifat hipertonik, sehingga terjadi osmosis atau perpindahan cairan dari konsentrasi rendah yaitu sitoplasma eritrosit menuju ke cairan yang  berkonsentrasi lebih tinggi yaitu larutan NaCl 3%. Dengan kata lain cairan sitoplasma di dalam eritrosit ditarik keluar sehingga selnya kehilangan air yang mengakibatkan sel nampak mengkerut yang disebut krenasi.

Krenasi merupakan proses  pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel menjadi  berkurang atau mengecil. Proses yang sama  juga terjadi pada tumbuhan yaitu  plasmolisis dimana sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (Watson, 2002)

Kecepatan hemolisis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan cairan di luar sel eritrosit. Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan hemolisis diketahui bahwa pada kelompok yang ditetesi NaCl 0,4 %  menunjukkan kecepatan hemolisis eritrosit lebih sama dengan yang ditetesi NaCl 0,9 % yaitu 3 menit. Sesuai teori yang dikemukakan Watson (2002) semakin encer cairan di luar sel maka semakin cepat sel tersebut mengalami hemolisis, dan semakin pekat cairan di luar sel maka semakin cepat  pula terjadinya krenasi. Dengan kata lain kecepatan hemolisis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh adanya peristiwa osmosis. Hal tersebut dapat terjadi karena berbagai kemungkinan adanya human error seperti ketidaktelitian pengamat saat mencatat waktu pada stopwatch ketika mengamati dengan mikroskop, atau karena kalibrasi mikrokskop yang sulit difokuskan sehingga memperlambat pengamat untuk mencatat waktu hemolisis eritrosit.

 

Simpulan

Kecepatan hemolisis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan cairan di luar sel eritrosit. Semakin encer cairan di luar sel maka semakin cepat sel tersebut mengalami hemolisis, dan semakin pekat cairan di luar sel maka semakin cepat  pula terjadinya krenasi.

Homeolisis adalah peristiwa pecahnya eritrosit yang disebabkan masuknya air kedalam sel darah merah dan mengakibatkan hemoglobin keluar dari dalam sel. Persentase hemolisis eritrosit terjadi paling banyak pada waktu pengamatan dengan konsentrasi 0,4%.

 

 

 

Daftar pustaka

Campbell, Neil A, et al. 2008.Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Dyah Ayu Widyastuti.2013. Profil Darah Tikus Putih Wistar Pada Kondisi Subkronis Pada Pemberian Natrium Nitrit. JSV 3. ISSN : 0126 – 0421.

I Made Suma Anthara. 2011. Homeostatis Caritan Tubuh pada Anjing dan Kucing. Buletin Veteriner Udayana. ISSN 2085 – 2495 vol 3 (1) :23 – 37.

Mifbakhuddin. 2011. Hubungan Antara Paparan Gas Buang Kendaraan (Pb) Dengan Kadar Hemoglobin dan Eritrosit Berdasarkan Lama Kerja Pada Petugas Operator Wanita Spbu di Wilayah Semarang Selatan. Jurnal Natur Indonesia. ISSN 1410-9379.  Vol 6 (2).

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi 10. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

 

Lampiran



 

 

 

 

 

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama