Menghitung Jumlah Eritrosit dan Leukosit Pada Manusia

 Menghitung Jumlah Eritrosit dan Leukosit Pada Manusia

Oleh : Ami Nurohmah


Abstrak

Praktikum ini bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit dan leukosit pada manusia. Perhitungan eritosit dan leukosit dilakukan dengan haemositometer. Eritrosit memiliki jumlah kisaran normal 4,2 – 6,2 jt/m3 . Sedangkan nilai normal leukosit berada pada kisaran 4.500 – 11.000 jt/m3.  Hasil menunjukan bahwa pada probandus wanita jumlah eritositnya tergolong tinggi karena berada diatas kisaran normal yakni sebanyak 7.160.00 jt/m3.   Jumlah eritrosit yang tinggi disebut juga Sedangkan pada probandus pria jumlah eritrositnya tergolong rendah karena berada dibawah kisaran normal yakni sebanyak 3.540.000 jt/m3 . Pada perhitungan jumlah leukosit probandus pria dan wanita sama-sama tergolong rendah karena nilainya berada dibawah kisaran normal yakni sebanyak 225 jt/m3 dan 75 jt/m3 .

Kata kunci : haemositometer, eritrosit, leukosit

Pendahuluan

Darah merupakan jaringan cair yang terdiri atas dua bagian, yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan. Sekitar 55% adalah plasma darah dan 45% terdiri dari sel darah. Fungsi utama darah adalah sebagai media transportasi, pengaturan suhu, dan pemeliharaan cairan ( Pearce, 2006).

Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 μm dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa Hemoglobin.(Ira  P , 2012).

Eritrosit membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel darah merah berbentuk piring yang bikonkaf. Sel darah mamalia tidak memiliki nukleus kecuali pada hewan tertentu. Sel darah merah terdiri dari 65% air, 33% Hb, dan sisanya terdiri dari sel stoma lemak, mineral, vitamin, dan bahan organik lainnya serta ion K. Sel darah merah berwarna merah kekuningan (Pratiwi, 2004).  

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti. Disebut juga sel darah putih. Jika dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik ( granulosit) yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi yang tidak mempunyai gprekursor ranula, sitoplasmanya homogen dengan inti bulat atau bentuk ginjal. Granula dianggap spesifik bila secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar prekursor. Leukosit tidak mengandung hemoglobin, memiliki nucleus dan pada dasarnya dijumpai dalam keadaan tidak berwarna (Kimball, 1996).

Ukuran leukosit berkisar antara 10 nm–25 nm. Fungsi sel darah putih ini adalah untuk melindungi badan dari infeksi penyakit serta pembentukan antibodi di dalam tubuh. Jumlah sel darah putih lebih sedikit daripada sel darah merah dengan perbandingan 1:700. Pada tubuh manusia, jumlah sel darah putih berkisar antara 6 ribu–9 ribu butir/mm3, namun jumlah ini bisa naik atau turun. Faktor penyebab turunnya sel darah putih, antara lain karena infeksi kuman penyakit. Pada tubuh seseorang yang menderita penyakit tifus, sel darah putihnya hanya berjumlah 3 ribu butir/mm3. Sel darah putih dibuat di dalam sumsum tulang, limfe, dan kelenjar limfe. Sel darah putih terdiri atas agranulosit dan granulosit. Agranulosit bila plasmanya tidak bergranuler, sedangkan granulosit bila plasmanya bergranuler (Ahmadi, 2010).

Metode

Praktikum gerak refleks dan termoregulasi kodok ini dilaksanakan pada hari Senin, 13 Mei 2019 pukul 10.20 WIB di Laboratorium Biokimia Kampus 2 UIN Walisongo Semarang.

Alat  yang digunakan dalam praktikum adalah mikroskop, hemositometer, mikrohematokrit, kaca penutup, pipet, alat suntik/lancet, dan pelat tetes. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah, EDTA, alkohol 70%, larutan Hayem, larutan Turk, dan akuades.

Prosedur kerja:

1. Menghitung jumlah eritrosit

Langkah pertama, diambil darah probandus, kemudian dihisap darah probandus dengan pipet darah sampai tanda 0,5. Kemudian cairan hayem dihisap dengan pipet darah sampai tanda 101. Dilepas pipet karet penghisap dan pegang ujung pipet antara ibu jari dan telunjuk atau jari tengah. Kocok dengan memutar pergelangan tangan. Dibuang beberapa tetes cairan darah dengan menempelkan pada kertas tissue. Diteteskan larutan darah tersebut ke dalam kamar hitung Neubaur yang sudah ada kaca penutupnya. Dilihat dibawah mikroskop pada kotak sel darah merah mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dengan perbesaran kuat.  Dipastikan larutan tidak masuk ke kanal haemositometer atau terbentuk gelembung udara dibawah kaca penutupnya. Apabila darah luber isap sedikit demi sedikit dengan tissue. Untuk menghitung sel darah merah, pilih 5 bujur sangkar (4 di sudut dan 1 di tengah) dari 25 bujur sangkar pada daerah hitung sel darah merah. Pada kelima bujur sangkar tersebut masing-masing terdiri dari 16 bujur sangkar kecil. Ikuti pola menghitung.

2. Menghitung jumlah leukosit

Langkah pertama, diambil darah probandus, kemudian dihisap darah dengan pipet darah sampai tanda 1. Kemudian dihisap cairan Turk dengan pipet darah sampai tanda 11. Dilepaskan pipet karet penghisap dan pegang ujung pipet antara ibu jari dan telunjuk atau jari tengah. Kocok dengan memutar pergelangan tangan membentuk angka delapan. Dibuang beberapa tetes cairan darah dengan menempelkan pada kertas tissue. Diteeskan larutan darah tersebut ke dalam kamar hitung Neubaur yang sudah ada kaca penutunya. Dilihat dibawah mikroskop pada kotak sel darah putih mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dengan perbesaran kuat. Dipastikan larutan tidak masuk ke kanal haemositometer atau terbentuk gelembung udara dibawah kaca penutupnya. Apabila darah luber isap sedikit demi sedikit dengan tissue. Untuk menghitung sel darah putih, pilih 4 buah bujur sangkar di keempat sudut Neubaur. Pada keempat bujur sangkar tersebut masing-masing terdiri dari 16 bujur sangkar kecil. Ikuti pola menghitung.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Tabel hasil pengamatan menghitung jumlah eritrosit dan leukosit

No

Nama Probandus

Jumlah eritrosit/ leukosit

1. 

M. Farid Rahman

225 L

2. 

Nurul Sholeha Dewi

75 L

3. 

M. Yusrun Niam

3. 540.000 E

4. 

Siti Fatimah

7.160.000  E

 

Analisis Data

1. Menghitung leukosit M. Farid Rahman

L : 9/64 x 160 x 10

    : 0,140625 x 1600

    :225 L

2. Menghitung leukosit Nurul Sholeha Dewi

 L : 3/64 x 160 x 10

    : 0,047 x 1600

    :75 L

3. Menghitung eritrosit M. Yusrun Niam

E : 354/80 x 4000 x 200

    : 4,425 x 80.000

    :3. 540.000 E

4. Menghitung eritrosit Siti Fatimah

E : 716/80 x 4000 x 200

    : 8,95 x 80.000

     : 7.160.000 E

Pembahasan

Sel darah putih dibuat di dalam sumsum tulang, limfe, dan kelenjar limfe. Sel darah putih terdiri atas agranulosit dan granulosit. Agranulosit bila plasmanya tidak bergranuler, sedangkan granulosit bila plasmanya bergranul. Fungsi sel darah putih ini adalah untuk melindungi badan dari infeksi penyakit serta pembentukan antibodi di dalam tubuh (Ahmadi, 2010).

Komposisi sel darah putih dengan nilai normalnya yaitu Leukosit pada manusia memiliki nilai normalnya 5000 – 10.000/μL, dimana leukosit terdiri dari granular meliputi netrofil 60 – 70%, eosinofil 2 – 4%, basofil 0.5 – 1%; dan Agranular meliputi limposit 20 – 25% dan monosit 3 – 8% (Azhar, 2009).

Larutan yang digunakan dalam menghitung jumlah sel darah putih yaitu larutan turk. Larutan turk adalah larutan pengencer yang berfungsi mengencerkan sel darah putih sehingga mempermudah dalam perhitungannya, dimana larutan turk ini terdiri dari glacial acetid acid 2 ml, gentian violet 1%, aquades 1 ml dan aquadestilata 100 ml (Azhar, 2009).

Praktikum menghitung jumlah leukosit dilakukan dengan mengencerkannya terlebih dahulu dengan larutan Turk dalam pipet Leuco. Pada leukosit, digunakan larutan Turk, karena larutan ini terdiri atas asam asetat 2% berfungsi untuk melisiskan trombosit dan eritrosit, sehingga hanya leukosit yang bisa diamati; dan gention violet 1% yang memberikan warna ungu muda pada inti dan sitoplasma granula leukosit, sehingga jelas dibawah mikroskop dan memudahkan perhitungan. Untuk pengenceran leukosit, sampel darah perifer (sesudah jari di tusuk dengan menggunakan lancet) dihisap hingga skala 0.5. Lalu hisap larutan Turk hingga skala 11. Kemudian setelah dihomogenkan, diteteskan campuran tersebut sebanyak 3-4 tetes. Hal ini dilakukan sebab, pada campuran itu tidak mengandung sel darah. Praktikum hitung jumlah sel leukosit menggunakan pengenceran 10 kali. Kemudian diteteskan campuran darah + larutan turk tersebut dalam kotak Improved Neubauer atau hemocytometer. Amati dalam mikroskop pada perbesaran 10x dan 40x dan hitung jumlah sel leukosit pada kotak.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain . Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000—30.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 — 38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500 — 11.000/μl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.0004/μ1.’ Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl4 (Miale, 1972).

Penyakit yang disebabkan akibat kelebihan sel darah putih yaitu leukemia atau kanker darah yang merupakan sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita. Pada leukemia, sel darah putih membelah diri tidak terkendali dan sel darah muda yang normalnya hanya hidup di sumsum tulang dapat keluar dan bertahan hidup (Azhar, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah leukosit pada probandus 1 yaitu M. Farid Rahman adalah 225 L  dan probandus 2 yaitu Nurul Sholeha Dewi adalah 75 L. Kedua probandus kondisi sel darahnya berada dibawah kisaran normal leukosit yaitu antara 4.500- 11.000 L. Kondisi sel darah putih yang turun di bawah normal disebut leukopeni. Pada kondisi ini seseorang harus diberikan obat antibiotik untuk meningkatkan daya tahan dan keamanan tubuh. Pada orang yang terkena kanker darah atau leukemia, sel darah putih bisa mencapai 20 ribu butir/mm3 atau lebih. Kondisi di mana jumlah sel darah putih naik di atas jumlah normal disebut leukositosis (Ahmadi, 2010).

Selain pengamatan jumlah leukosit, praktikum juga dilakukan dengan menghitung jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit probandus wanita yaitu Siti fatimah adalah 7.160.000 E, sedangkan jumlah eritrosit pada probandus pria yaitu M. Yusrun Niam adalah 3.540.000 E. Jumlah eritrosit Siti Fatimah tergolong tinggi karena nilai normal eritosit wanita  adalah 4,2-5,4 jt/m3 . Sedangkan jumlah eritrosit M. Yusrun Niam tergolong rendah karena berada dibawah kisaran nilai normal eritrosit laki-laki yaitu antara 4,5 -6,2 jt/m3. Nilai normal eritrosit dalam darah, yaitu :

1.  Laki – laki dewasa : 4,5 jt – 6,2 jt/m3 

2. Wanita dewasa : 4,2 – 5,4 jt/m3

3.   Bayi : 5,0 – 7,0 jt/m3

4. Anak, 3 bulan : 3,2 – 4,8 jt/m3

5. 1 tahun : 3,6 – 5,2 jt/m3

6.  10 – 12 tahun : 4,0 – 5,4 jt/m3 (Widyaningsih, 2009).

Akan tetapi, jumlah itu bisa naik atau turun, tergantung dari kondisi seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah:

1. Jenis Kelamin

Pada laki-laki normal jumlah (konsentrasi) eritrosit mencapai 5,1 – 5,8 juta per mililiter kubik darah. Pada wanita normal 4,3 – 5,2 juta per mililiter kubik darah.

2. Usia

Orang dewasa memiliki jumlah eritrosit lebih banyak dibanding anak-anak.

3. Tempat Ketinggian

Orang yang hidup di dataran tinggi cenderung memiliki jumlah eritrosit lebih banyak.

4. Kondisi Tubuh Seseorang

Sakit dan luka yang mengeluarkan banyak darah dapat mengurangi jumlah eritrosit dalam darah (Ahmadi, 2010).

Eritrosit membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel darah merah berbentuk piring yang bikonkaf. Sel darah mamalia tidak memiliki nukleus kecuali pada hewan tertentu. Sel darah merah terdiri dari 65% air, 33% Hb, dan sisanya terdiri dari sel stoma lemak, mineral, vitamin, dan bahan organik lainnya serta ion K. Sel darah merah berwarna merah kekuningan (Pratiwi, 2004).  

Fungsi sel darah merah adalah mengikat oksigen dari paru–paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru–paru. Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan: Hb-oksigen Hb + oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb + karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida tersebut akan dikeluarkan di paru-paru

Eritrosit dapat dihitung di laboratorium dengan menggunakan alat, yaitu hemositometer dan  menggunakan larutan hayem. Larutan hayem digunakan untuk menghitung jumlah sel darah merah, karena larutan ini dapat melisiskan seluruh sel yang ada di darah, kecuali sel darah merah sehingga sel darah merah dapat dihitung (Aida, 2005).

Prinsip pemeriksaan ini adalah darah diencerkan dalam pipet eritrosit kemudian dimasukkan dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu dengan menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit per ul darah. Sebagai larutan pengencer digunakan larutan Hayem (Gandasoebrata, 1989).

Praktikum menghitung jumlah eritrosit dilakukan dengan mengencerkannya terlebih dahulu dengan larutan Hayem dalam pipet Thoma. Sampel darah perifer (sesudah jari di tusuk dengan menggunakan lancet)  dihisap dengan pipet thoma hingga skala 0,5. Setelah itu, dengan segera dilanjutkan dengan menghisap larutan hayem hingga skala 101. Setelah diencerkan dengan larutan hayem maka pipet dikocok secara horisontal agar tercampur sempurna. Tetes pertama dan kedua dibuang atau di teteskan pada tissu hal ini dilakukan agar dalam hemocytometer benar-benar mengandung sel darah merah bukan larutan hayem saja. Campuran darah dan hayem dimasukkan kedalam hemocytometer untuk diamati dan dihitung jumlah eritrositnya dengan menggunakan mikroskop. Kotak yang digunakan untuk menghitung eritrosit adalah kotak R (kotak kecil yang terletak di tengah terbagi menjadi 25 bujur sangkar dengan sisi 1/5 mm). Kotak ini lebih kecil dari pada kotak perhitungan leukosit, yaitu kotak W (kotak kecil yang terletak di bagian pojok dan masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak dengan sisi ¼ mm) karena ukuran leukosit lebih besar dibandingkan eritrosit dan jumlahnya juga jarang maka ktak pengamatannya juga harus lebih besar sehingga mudah untuk diamati. Kotak R digunakan untuk eritrosit karena eritrosit ukurannya lebih kecil daripada leukosit. Jika eritrosit diamati pada kotak W akan terlalu banyak sel yang terlihat dan luas daerah hitung terlalu besar sehingga akan menyulitkan perhitungan.

Larutan hayem yang memiliki fungsi antara lain mengencerkan darah, merintangi pembekuan, bentuk bentuk eritrosit terlihat jelas, sedangkan bayangan leukosit dan trombosit lenyap. Komposisi larutan hayem adalah natrium sulfat kristal (5,0 gram), natrium klorida (1,0 gram), merkuri klorida (0,5 gram) dan air suling (200 ml).

Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan sel darah merah adalah anemia, sedangkan bila kelebihan sel darah merah akan menimbulkan polisitemia. Anemia adalah difisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah atau jumlah sel darah merah tetap normal tetapi jumlah hemoglobinnya subnormal. Karena kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang, maka seseorang akan keliatan pucat atau kurang tenaga. Beberapa jenis anemia, yaitu :

1. Anemia hemoragi terjadi akibat kehilangan darah akut. Sumsum tulang secara

bertahap akan memproduksi sel darah merah baru untuk kembali kekondisi normal.

1. Anemia defisiensi zat besi terjadi akibat penurunan asupan makanan,penurunan daya absorsi atau kehilangan zat besi secara berlebihan

2. Anemia aplastik (sumsum tulang tidak aktif )ditandap dengan penurunan sel darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi karena pajanan radiasi yang berlebihan,keracunan zat kimia atau kanker.

3. Anemia pernicius karena tidak ada vitamin B12. Anemia sel sabit penyakit keturunan dimana molekul hemoglobin yang berbeda dari hemoglobin normalnya karena penggantian salah satu asam amino pada rantai polipeptida beta. Akibatnya sel darah merah terdistorsi menjadi berbentuk sabit dalam kondisi konsentrasi oksigen yang rendah. Sel-sel terdistorsi ini menutup kapiler dan mengganggu aliaran darah (Wijaya, 2009.

Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi,yang mengakibatkan viskositas dan volume darah. Aliran darah yang mengalir melalui pembuluh darah terhalang dan aliran kapiler dapat tertutup. Ada 2 macam polisitemia yaitu polisitemia vera akibat gangguan pada sumsum tulang dan polisitemia sekunder akibat hipoksia (kekurangan oksigen). Polisitemia sekunder dapat disebabkan oleh kediaman permanen didataran tinggi, aktivitas fisik berkepanjangan, dan penyakit paru atau penyakit jantung  (Wijaya, 2009).

Simpulan

Eritrosit merupakan sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen. Eritrosit memiliki jumlah kisaran normal 4,2 – 6,2 jt/m3 . Sedangkan nilai normal leukosit berada pada kisaran 4.500 – 11.000 jt/m3.   Perhitungan jumlah eritrosit probandus wanita tergolong tinggi yakni sebanyak 7.160.000 jt/m3 . Sedangkan pada probandus pria tergolong rendah yakni sebanyak 3.450.000 jt/m3 . Pada perhitungan jumlah leukosit probandus pria dan wanita sama-sama tergolong rendah karena nilainya berada dibawah kisaran normal yakni sebanyak 225 jt/m3 dan 75 jt/m3 .

Daftar Pustaka

Aida, Yuniarti.  2005. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UAJY.

Gandasoebrata, R. 1989. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.

Kimball, Jhon. 1993. Biologi jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Miale JB.1972. Laboratory Medicine Hematology. 4thEd. St. Louis; The C.V. Mosby Companya.

Pangesti, Ira. 2012. Eritrosit. Jakarta : Penerbit UniMus.

Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

Pratiwi, Intan. 2000. Dukes Physiologi of Domestic Animal. Jakarta: Erlangga.

 

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama