Urgensi Jihad Bagi Generasi Milenial

Urgensi  Jihad Bagi  Generasi Milenial



Oleh: Mukhammad Akmal Surur

1708016008

Abstatrak. kata jihad sebenarnya terdiri dari tiga huruf, ja-ha-da yang jika digabungkan menjadi jahada berarti berusaha dengan sungguh-sungguh. Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa jihad berarti meluangkan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan di dalam memerangi musuh dan menahan agresi. Sedangkan Wahbah al Zuhaili mendefinisikan jihad sebagai upaya mencurahkan daya dan upaya dalam rangka memerangi orang kafir serta menghadapi mereka dengan jiwa, harta dan lisan. Sedangkan menurut qurais shihab kata jihad memiliki banyak penafsiran diantaranya Mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencapai ridlo Allah SWT, berungguh-sungguh dijalan allah, dan bertekad bulat mencari ridho allah. Dengan demikian jihad tidak selamanya identik dengan perang, kriminal dan radikalisme. jihad juga berarti kedamaian, karena islam datang untuk rahmatalal lillalamin bukan merusak tatanan kesempurnaan alam. Generasi milleneal merupakan generasi yang menjadi penentu kemana bangsa ini akan berjalan, karena tongkat kepemimpinan ditangan mereka. Sebegitu besar nya peran generasi muda, sehingga perlu adanya pengawasan untuk menjaga generasi kita tetap dalam koridor kebenaran dan terhindar dari golongan ekstrimisme yang hanya akan menghancurkan mereka lewat doktrin-doktrin radikalisme supaya estafet kepemimpinan akan berjalan sesuai harapan dan cita cita hidup bangsa. Menjadikan indonesia sebagai negara yang aman, tentram, kondusif dan nyaman serta makmur rakyatnya. Semua harapan dan cita cita diatas  dapat diwujudkan tanpa adanya radikalisme.

 

Kata Kunci: jihad, pemuda, radikalisme, damai

PENDAHULUAN

Jika ditinjau dari aspek bahasa, asal kata jihad sebenarnya terdiri dari tiga huruf, ja-ha-da yang jika digabungkan menjadi jahada berarti berusaha dengan sungguh-sungguh (Munawwir, 1997: 217). Dari asal kata jahada kemudian timbullah beberapa kata sebagai perkembangannya seperti jihad yang berarti perjuangan, juhd yang berarti kekuatan/kemampuan, jaahid yang berarti usaha yang memerlukan kerja keras, ijtihad yang berarti kerajinan, ketekunan dan masih banyak lagi. Bahkan ketika kata asal jahada bersanding dengan katakata tertentu, maka bisa bermakna lain. Seperti ketika bersanding dengan kata bi al rajuli, maka berarti menguji. Atau ketika bersanding dengan kata al maradh (jahadahu al maradh) maka berarti menguruskan. Serta masih banyak lagi contoh-contoh yang lain (Munawwir, 1997: 217). Begitulah asal kata jihad yang dapat berubah makna sesuai dengan keadaan kalimatnya. Namun apapun bentuk dan maknanya, kata jihad memiliki karakteristik tersendiri yakni sungguh-sungguh atau memiliki konsekuensi sesuatu yang berat.

 

Lebih jelas lagi, dalam perspektif fikih Islam klasik, jihad dimaknai sebagai berperang di jalan Allah. Hal ini seperti yang disebutkan dalam beberapa literatur fikih klasik karya Ulama Syafi’iyyah seperti dalam kitab ‘Ianat al Thalibin dan al Iqna’ . Tidak jauh berbeda dengan Ulama fikih klasik, Ulama fikih kontemporer mendefinisikan jihad dengan definisi lebih luas. Dapat kita lihat dalam kitab Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa jihad berarti meluangkan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan di dalam memerangi musuh dan menahan agresi. Sedangkan Wahbah al Zuhaili mendefinisikan jihad sebagai upaya mencurahkan daya dan upaya dalam rangka memerangi orang kafir serta menghadapi mereka dengan jiwa, harta dan lisan

 

Anak muda yaitu  mereka masih berumur 15-35 tahun sebagaimana dikatakan oleh UNESCO. Kaum muda merupakan masa depan sebuah bangsa yang ingin maju. Kaum muda tidak bisa dituduh sebagai kelompok yang mengacaukan, tetapi mereka adalah kelompok masyarakat yang bergerak dan terus mencari. Mereka kaum muda tidak bisa ditempatkan sebagai entitas yang selalu dalam “kesesatan pikir” dan kesesatan tindakan atas nama agama/Tuhan. Tidaklah adil dan proporsional jika menjadikan pemuda (kaum muda) sebagai tertuduh.

 

Kaum muda memang secara umur masih belum kalah dibandingkan dengan kaum tua. Tetapi umur yang kalah dengan kaum tua (sepuh) yang sudah berada diatas 35 tahun bukanlah hal yang bisa dijadikan alasan kaum muda harus dipersalahkan. Bahkan ditangan merekalah Indonesia masa depan akan berada.

 

 

PEMBAHASAN

jihad mengandung arti “kemampuan” yang menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut untuk diberi, tetapi memberikan semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis (Shihab, 1996: 150). Jihad adalah pengorbanan baik harta maupun jiwa, kedudukan dan kehormatan, kekuatan dan fikiran, tulisan dan ucapan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki untuk meninggikan kalimat Allah SWT, untuk menjaga dan menyebarluaskan agamaNya

Quraish shihab mengartikan makna jihad menjadi beberapa poin, yaitu:

1. Berjuang di jalan Allah

Kata jihad yang mengandung pengertian “berjuang di jalan Allah”, ditemukan pada 33 ayat Ayat-ayat tersebut memberikan indikasi bahwa jihad mengandung pengertian yang luas, yakni perjuangan secara total yang meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk didalamnya perang fisik atau mengangkat senjata terhadap para pembangkang atau terhadap musuh.

 

2. Mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencapai ridlo Allah SWT

Beberapa ayat jihad yang tidak berkonotasi perang, khususnya pada ayat-ayat makkiyah seperti QS Al Ankabut ayat 6 dan 69. Ayat-ayat tersebut memberikan indikasi bahwa jihad yang dimaksudkan adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencapai ridho Allah SWT.

 

3. Berusaha dengan sungguh-sungguh

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa ayat-ayat jihad yang berarti berusaha dengan sungguh-sungguh terdapat pada QS al Ankabut ayat 8, dan QS Lukman ayat 15 yang berbicara di dalam konteks hubungan antara anak yang beriman dan orang tuanya yang kafir

 

4. Berjuang non fisik melawan kaum munafik

Dalam al Quran surat al Taubah ayat 73 dan al Tahrim ayat 9, Allah SWT secara tegas memerintahkan berjihad terhadap orang orang kafir dan orang-orang munafik.

 

5. Bertekat bulat mencari ridlo Allah SWT

Ayat-ayat jihad yang berarti mencari ridlo Allah SWT dapat ditemukan dalam beberapa ayat; misalnya QS: al Baqarah ayat 21

 

Pada intinya, jihad dapat diartikan sebagai segala upaya maksimal yang dilakukan oleh seorang Muslim untuk menggapai ridlo Allah SWT baik berupa peperangan maupun tidak.a

 

Namun dalam praktiknya banyak dari golongan ekstrim (jihadis)  yang masih memegang erat arti jihad secara klasik, dimana jihad diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan “Perang”, hal ini yang menyebabkan adanya tindak radikalisme. Bagi para jihadis istilah jihad selalu difahami dan dimaknai sebagai “perang”. Mereka tidak begitu menyukai jika jihad dimaknai pada aktifitas di bidang-bidang selain perang. Lebih dari itu, dengan argumen-argumen yang cukup meyakinkan mereka mencemooh siapapun yang berpendapat bahwa jihad tidak harus berkaitan dengan perang.Bahkan, mereka dengan lantang mengatakan bahwa terorisme adalah bagian dari ajaran Islam

 

Bahkan mereka menganggap tindakan bom bunuh diri di daerah musuh merupakan strategi dalam berjihad dan hal yang terpuji sertan mendapat pahala. Musuh disini oleh mereka diartikan golongan yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka, baik itu aparatur negara, polisi, TNI dan lain sebagainya. Mereka menamakan tindakan ini dengan isilah inghimash dan juga dengan istilah ‘amaliyah istisyhadiyah (aktifitas mencari mati syahid). Bagi kaum jihadis, tindakan bom bunuh diri ini adalah tindakan yang mulia dan berpahala, karena bisa menggertarkan dan menyiutkan nyali musuh. Untuk menarik kaum muda, mereka selalu mengatakan bahwa mereka yang mati syahid akan mendapatkan 70 bidadari.

 

Menurut Azyumardi Azra, di kalangan Islam, radikalisme keagamaan  itu banyak bersumber dari :

 

a. Pemahaman keagamaan yang literal, sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat al-Quran.

Pemahaman seperti itu hampir tidak memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok muslim lain yang umumnya moderat, dan karena itu menjadi arus utama (mainstream) umat.

b. Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam pada masa tertentu.

Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan Salafi, khususnya pada spektrum sangat radikal seperti Wahabiyah yang timbul di Semenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal sampai dengan abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini.

c. Deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat.

Pada saat yang sama, disorientasi dan dislokasi sosial-budaya, dan ekses globalisasi, dan  semacamnya sekaligus merupakan  tambahan faktor-faktor penting bagi timbulnya kelompok-kelompok radikal.

d. persoalan pendidikan yang lebih menekankan pada aspek ajaran kekerasan dari agama, termasuk pendidikan yang lebih menekankan aspek indoktrinasi, tidak memberikan ruang diskusi tentang suatu masalah.

Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan persoalan jihad dalam makna kekerasan atau perang tetapi jihad dalam makna yang luas seperti memberantas kemiskinan, memberantas mafia hukum, memberantas politik uang dan partai yang buruk adalah jihad yang sesungguhnya harus dilakukan. Hal ini lah yang sebenarnya perlu ditekankan kepada generasi mileneal bangsa, bahwasannya jihad yang tergambar pada benak mereka tidak hanya tentang kekerasan namun juga tentang bagaimna cara kita berusaha dalam membela kebenaran dan bersungguh sungguh dalam belajar.

Dalam konteks agama seperti itu, janganlah dilupakan bagaimana pentingnya kaum muda menjadi bagian dari agensi pejuangan untuk menciptakan keamanan dan kedamaian di Indonesia. Kaum muda tidak bisa dibiarkan untuk terlibat dalam aksi-aksi kekerasan sebab mereka inilah yang akan menjadi penentu kehidupan Indonesia dimasa depan. Kaum muda merupakan harapan kehidupan bangsa. Kaum muda tidak bisa dipersalahkan jika terlibat dalam aksi-aksi kekerasan radikalisme dan terorisme ketika persoalan bangsa terus berada di hadapannya yang dianggap tidak sesuai dengan harapan kaum muda. Fakta sosial bahwa terdapat jurang kesejahteraan sosial di Indonesia yang sering menjadi pemicu adanya aksi kekerasan dilihat oleh kaum muda. Belum lagi masalah pengangguran terdidik juga menjadi persoalan serius di Indonesia.

Sebagai penggerak masa depan, kaum muda menjadi sangat penting. Kaum muda merupakan masa depan sebuah bangsa yang ingin maju. Kaum muda tidak bisa dituduh sebagai kelompok yang mengacaukan, tetapi mereka adalah kelompok masyarakat yang bergerak dan terus mencari. Mereka kaum muda tidak bisa ditempatkan sebagai entitas yang selalu dalam “kesesatan pikir” dan kesesatan tindakan atas nama agama/Tuhan. Tidaklah adil dan proporsional jika menjadikan pemuda (kaum muda) sebagai tertuduh.

Bahkan ditangan merekalah Indonesia masa depan akan berada. Oleh sebab kaum muda masih mengenyam pendidikan ditingkat Menengah Atas sampai Perguruan Tinggi maka tidak bisa sembarang mengajarkan materi pelajaran ataupun materi kuliah yang tidak sesuai dengan realitas sosial.

Pendidikan kita harus mengajarkan realitas sehingga anak bangsa akan paham tentang realitas bukan hidup di dunia abstrak dan maya semata. Pendidikan harus mengajarkan realitas keragaman, pengakuan sosial atas keragaman-kemajemukan, serta mengajarkan misi damai membangun bangsa dan manusia bermartabat dalam dimensi yang luas. Sekali lagi kaum muda tidak hanya sebagai objek tetapi mereka adalah subjek yang memiliki dunianya sendiri. Oleh sebab itu perlu mendapatkan perhatian sebagaimana dunianya.

Dengan demikian kaum mileneal akan tahu bahwa jihad tidaklah seram namun justru menyejukan, mereka akan berusaha dengan sungguh-sungguh, berkomitmen menjaga keutuhan NKRI, keadilan sosial, pemerataan drajat hak dan martabat setiap individu, menghormati sesama warga negara tanpa memandang ras, suku, bahasa, serta budaya. Hal ini dilakukan karena mereka tau bahwa jihad juga berarti Mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencapai ridlo Allah SWT dan ridho allah diperoleh dengan jalan menjaga hubungan sesama manusia (Hablum minannas)

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

A. Syafi’ AS.  2017. Radikalisme Agama (Analisis Kritis dan Upaya Pencegahannya Melalui Basis Keluarga Sakinah) Sumbula : Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017

 

Abdul Munip. 2017. BUKU JIHAD TERJEMAHAN DARI BAHASA ARAB DAN POTENSI RADIKALISME BERAGAMA DI LEMBAGA PENDIDIKAN. Cendekia Vol. 15 No. 2, Juli - Desember 2017

Ahmad Kamal Abu Majd, “Islam dan Tatanan Dunia Global: Terorisme atau Humanisme?” dalam Zuhairi Misrawi dan Khamami Zada, Islam Melawan Terorisme (Jakarta: LSIP, 2004).

Dwilaksana. 2014. Radikalisme dan Karakteristiknya. Jurnal Studi Agama Universitas Islam Negeri Malang, vol 12 nomor 2 2014.

 

Ibnu Hamzah al-Husainî al-Hanafî al-Dimasyqî, Asbâb al-Wurûd: Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-hadis Rasul, ter. HM Suwarta Wijaya (Jakarta: Kalam Mulia, 1997).

 Muhammad Chirzin. 2006. REAKTUALISASI JIHAD FÎ SABÎL AL-LÂH DALAM KONTEKS KEKINIAN DAN KEINDONESIAAN. Ulumuna, Volume X Nomor 1 Januari-Juni 2006

 

Patompo Adnan. 2006 PEMAKNAAN JIHAD DAN PROBLEM APLIKASINYA DALAM TATARAN SOSIAL. Ulumuna, Volume X Nomor 1 Januari-Juni 2006

Post a Comment

أحدث أقدم