Praktikum Handling, Pengamatan Reproduksi Jantan Dan Betina Pada Tikus Dan Mencit

 Praktikum Handling, Pengamatan  Reproduksi Jantan Dan Betina Pada Tikus Dan Mencit

Oleh : Ami Nurohmah


Abstrak

Praktikum handling mencit dan tikus, reproduksi jantan dan betina bertujuan untuk mempraktikkan cara memegang tikus dan mencit, memperkirakan tahap siklus estrus mencit dengan membuat dan mengamati apus vagina, menghitung jumlah spermatozoa, mengamati morfologi spermatozoa, menghitung spermatozoa yang hidup dan mati serta menentukan pH spermatozoa. Hasil pengamatan menunjukan fase estrus yang ditandai dengan banyak sel epitel yang menanduk dan fase metetrus yang ditandai dengan leukosit banyak dan ada sel epitel yang menanduk. Spermatozoa tikus yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek middle piece dan bagian ekor yang sangat panjang. Pada testis kanan spermatozoa yang terlihat berjumlah 21, testis kiri 29, vas deferens 36 dan epididimis 3. Pada testis kanan dan vas deferens spermatozoanya masih hidup dan bergerak, sedangkan pada testis kiri dan epididimis spermatozoanya mati dan tidak bergerak, pH spermatozoa ketika pengamatan  7.

Kata kunci: handling, siklus estrus, spermatozoa

 

Pendahuluan

Hewan coba/hewan uji  atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia  antara lain dikatakan perlunya dilakukan percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992).

Mencit dan tikus digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya. ( Sundari, 2011).

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan  hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (Malole,1989) :

1.      Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.

2.      Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

3.      Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.

Reproduksi merupakan faktor penting dalam kehidupan. Reproduksi pada mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Hormon progesteron merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam siklus estrus. Kadar progesteron dan estradiol dalam tubuh dapat dijadikan parameter dalam penentuan fase pada siklus estrus ( Iman, 2011).

Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang  berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus  beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase estrus berbeda dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang hamil (Iman, 2011).

Sistem reproduksi pada jantan terdiri atas sepasang testis yang terdapat dalam skrotum, sistem duktus, kelenjar aksesoris dan penis. Testis merupakan alat kelamin jantan. Testis berjumlah dua buah, terdapat di dalam kantong luar yang disebut skrotum. Pada semua spesies testis berkembang di dekat ginjal, yakni di daerah krista genitalis primitif. Testis dibungkus oleh kapsula fibrosa tebal yang disebut tunika albugenia. Pada bagian posterior jaringan ikat ini mengalami penebalan yang disebut mediastinum testis. Dari mediastenum testis ini terbentuk sekat-sekat yang membagi lobus secara radier menjadi lobuli testis, Sekat ini disebut septula testis didalam lobuli testis ini terdapat banyak saluran yang berliku-liku, disebut tubulus seminiferus, tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Saluran ini kemudian bergabung di bagian mediastinum testis tempat terdapatnya rete testis, rete testis ini berhubungan langsung dengan duktus eferen yang akan membentuk bagian kaput epididimis (Akbar,2010)

Kelenjar asesoris mamalia pada umumnya terdiri atas epididimis, vas deferens, sepasang vesikula seminalis, prostat dan sepasang glandula Cowper (bulbourethralis)Sistem duktus terdiri atas rete testis, duktus eferen, epididimis dan duktus deferen. Rete testid menghubungkan antara tubulus seminiferus dan duktus eferen. Duktus eferen membentuk tiga hingga tujuh saluran menuju epididimis (Setyaningsih, 2011).

 

 

 

 

Metode

Praktikum handling, reproduksi jantan dan betina ini dilaksanakan pada hari Senin, 27 Mei 2019 pukul 10.20 WIB di Laboratorium Biokimia Kampus 2 UIN Walisongo Semarang.

Alat  yang digunakan dalam praktikum adalah mikroskop, cotton bud, kaca obyek, kaca penutup, pipet, gelas beaker, perangkat alat bedah, dan hand counter.

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah tikus, mencit,  NaCl fisiologis, kertas pH, kloroform, dan eosin.

Prosedur Kerja

1. Cara handling  mencit

Pertama, diletakan mencit pada permukaan yang kasar, seperti tutup kandang yang terbuat dari anyaman kawat, kemudian pegang ekor mencit pada setengah pangkal ekor dengan tangan kanan. Kulit longgar pada lipatan kulit tengkuk dipegang diantara jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekor mencit selanjutnya dijepit diantara jari kelingking dan jari manis tangan kiri.

2. Cara handling tikus

Pertama, diletakan tikus pada per permukaan yang kasar, seperti tutup kandang yang terbuat dari anyaman kawat, kemudian pegang ekor mencit pada setengah pangkal ekor dengan tangan kanan. Kemudian pegang tikus pada bagian leher, kemudian balikkan posisi tikus sehingga terlihat daerah perutnya.

3. Pengamatan reproduksi jantan

Seekor tikus dibunuh dan dibedah untuk diambil testis dan vas deferens, kemudian diletakkan dalam cawan petri yang berisi NaCl fisiologis kemudian dicuci. Testis dipotong kecil-kecil dan ditambahkan NaCl fisiologis, sementara untuk vas deferens cukup diplurut dan dimasukkan dalam wadah yang berisi  NaCl fisiologis. Suspensi yang terbentuk digunakan sebagai larutan stok.

Pengamatan pertama yaitu menentukan pH spermatozoa, caranya yaitu dengan diletakan larutan stoko pada kaca obyek, diletakan kertas pH pada kaca obyek yang  berisi larutan stok, kemudian cocokkan kertas dengan warna standar, warna yang cocok menunjukan pH spermatozoa.

Langkah selanjutnya yaitu melihat morfologi spermatozoa. Mula-mula diteteskan 1 tetes larutan stok pada kaca obyek, kemudian ditambahkan 1 tetes zat warna (eosin) pada kaca obyek, ditutup dengan kaca penutup. Kemudian dengan mikroskop pada perbesaran 100X dan 400X dan digambar morfologinya. Setelah dilihat morfologinya dilihat  juga gerakan dan viabilitas ( persentase spermatozoa yang hidup).

4. Mendeteksi tahap siklus estrus pada mencit

Pertama, hewan dipegang dengan tangan kiri dalam posisi terlentang, kemudian dimasukkan cotton bud ke dalam vagina sedalam 0,5 cm kemudian dikorek perlahan dan hati-hati. Usapkan ujung cotton bud pada kaca obyek dan ditetesi dengan zat warna eosin, dicampur kemudian ditutup dengan kaca penutup. Diamati dibawah mikroskop dan dideskripsikan sel-sel yang terdapat dalam apusan, ditentukan fase siklus estrus.

 

Hasil dan pembahasan

Hasil




Pembahasan

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya ( Sundari, 2011).

Tikus (Rattus norvegicus) albino atau yang dikenal sebagai “tikus putih” adalah hewan yang paling sering digunakan sebagai model dalam penelitian biomedis. Oleh karena dapat mewakili sistem biologis mammal, maka hewan ini tepat untuk dijadikan sebagai hewan coba dalam kajian praklinik. Salah satu galur yang paling banyak digunakan adalah tikus Wistar (Wistarat®) yang mulai dikembangbiakkan di Wistar Institute sejak 1906 (Sengupta, 2013).

Klasifikasi Hewan Coba

1.   Mencit ( Mus Musculus ) 

Kingdom         :   Animalia

Phylum            :   Chordata

Sub Phylum     :   Vertebrata

Class                :   Mamalia

Sub Class         :   Rodentia

Family              :   Muridae

Genus               :   Mus

Spesies             :   Mus Musculus  (Linnaeus, 1758)

 

2.  Tikus putih (Rattus norvegicus)

Kingdom          : Animalia

Filum                : Chordata

Kelas               : Mamalia

Ordo                : Rodentia

Sub ordo         : Odontoceti

Familia            : Muridae

Genus              : Rattus

Spesies            : Rattus Norvegicus (Linnaeus, 1758)

Cara memegang mencit sebagai hewan coba yaitu dengan diangkat ekornya dengan tangan kiri, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin, sehingga saat ditarik mencit akan mencengkeram. Telunjuk dan ibu jari tangan kanan menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya dengan tangan kiri. Kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan kanan. Cara memegang tikus dengan cara diangkat bagian ujung ekor, letakkan pada kawat kandang. Tangan kiri bergerak dari belakang dengan jari tengah dan telunjuk mengunci tengkuknya, sementara ibu jari menjepit kaki depan. Dengan demikian, hewan coba yang telah terpegang siap untuk diberi perlakuan (Maloloe, 1989).

Reproduksi merupakan faktor penting dalam kehidupan. Reproduksi pada mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Hormon progesteron merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam siklus estrus. Kadar progesteron dan estradiol dalam tubuh dapat dijadikan parameter dalam penentuan fase pada siklus estrus ( Iman, 2011).

Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang  berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus  beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase estrus berbeda dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang hamil (Iman, 2011).

Perubahan fisiologi yang utama terjadi pada ovarium dan direflesikan dalam  bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada vagina dibawah pengaruh hormon ovarium, estrogen dan progesteron. Siklus reproduksi terdiri dari siklus estrus dan siklus menstruasi. Siklus ovarium merupakan ovulasi pada hewan tipe spontan vs induksi siklus endometrium. Sedangkan siklus vagina merupakan adalah bagian dari vaginal smear (Niam, 1995).

Perbedaan siklus estrus dan siklus menstruasi dapat dibedakan secara jelas. Siklus estrus hanya terjadi pada primata saja dan terjadi perubahan secara fisiologi maupun morfologi pada ovarium, vagina, uterus dan tingkah laku serta  pseudomenstruation pada nonprimata adalah disebabkan oleh diapedesis dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan menstuasi pada primata. Sedangkan untuk siklus menstruasi hanya terjadi pada primata dengan bentuk peluruhan sel telur. Terjadi perubahan fisiologi dan morfologi sama dengan yang terjadi pada siklus estrusnonprimata, namun tanpa adanya tingkah laku khusus penerimaan seksual. Serta pada siklus menstruasi terjadi pelepasan endometrium uterus diikuti oleh pendarahan yang disebut menstruasi yang penyebabnya adalah tidak adanya hormon progesterone (Niam, 1995).

Siklus estrus ini dikontrol oleh hormon estrogen. Reseptor hormon estrogen tidak hanya di oviduktus, tetapi juga pada hati. Reseptor hormon estrogen pada oviduktus berfungsi untuk mensintesis protein telur. Reseptor hormon estrogen pada hati berfungsi mensintesis vitelogen (Rugh, 1962). Siklus estrus dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap diestrus,  proestrus, estur, dana metestrus. Tahap-tahap siklus dapat ditentukan dengan melihat gambaran sitologi apusan vagina. Pada saat estrus, vagina memperlihatkan sel-sel epitel yang menanduk. Apusan vagina biasanya dibuat pada hewan-hewan laboratorium, umpamanya mencit dan tikus, sebelum hewan jantan dan betina disatukan, penyatuan sebaiknya dilakukan pada saat estrus awal. Pada saat estrus, vulva hewan betina biasanya merah dan bengkak. Adanya sumbat vagina setelah  penyatuan menandakan bahwa kopulasi telah berlangsung, dan hari itu ditentukan sebagai hari kehamilan yang ke nol (Adnan, 2006).

Pada fase estrus terlihat pengaruh estrogen dan dikerakteristikan oleh sel kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya leukosit. Pada akhir fase estrus, lapisan kornifikasi tampak sloughed off invasi leukosit terjadi. Selama diestrus, leukosit tampak berlimpah. Fase proestrus terjadi dengan pengaruh hormone gonadotropin dan sekresi estrogen mempunyai pengaruh yang besar. Fase metestrus, selama fase ini di mana sinyal stimulasi estrogen turun. Uterus dipengaruhi oleh progesterone dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari. Fase diestrus dikarakteristikan oleh aktivitas corpus luteum di mana dalam memproduksi  progesteron (Hill, 2006).

Pada pengamatan fase yang terlihat adalah fase estrus dan metetrus. Fase estrus yang terlihat karena banyak terdapat sel epitel yang menanduk. Sedangkan fase metetrus terlihat karena ada sel epitel yang menanduk dan leukositnya banyak.

Pengamatan selanjutnya yaitu reproduksi jantan. Testis merupakan kelenjar utama dalam sistem reproduksi jantan yang bertanggung jawab terhadap produksi gamet jantan atau spermatozoa (spermatogenesis) dan sintesis hormon jantan atau androgen (steroidogenesis). Testis berjumlah sepasang, terletak di inguinal, tersimpan dalam kantung skrotum. Pada mammal, testis turun dan keluar dari rongga abdomen (peritoneal) menuju posisi ekstrakorporeal dan akhirnya masuk ke dalam skrotum (inguinoskrotal). Proses ini dikenal sebagai descensus testiculorum yang dikendalikan oleh androgen. Dengan posisi ini temperatur testis menjadi lebih rendah daripada temperatur tubuh (sekitar 2–4 °C) yang diperlukan untuk spermato-genesis (Hughes & Acerini, 2008).

Selain testis, terdapat kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (accessory sex glands), yaitu: vesikula seminalis, kelenjar koagulasi, prostat, bulbouretralis (kelenjar Cowper), dan ampula. Kelenjar-kelenjar ini menghasilkan berbagai sekret yang berperan dalam transportasi spermatozoa, buffer, suplai nutrien dan substrat metabolik untuk kehidupan spermatozoa terutama motilitas dan fertilitas, fungsi lubrikasi, dan membentuk vaginal plug. Sekret yang dihasilkan accessory sex glands bersama-sama dengan spermatozoa dan sekret epididimis disebut semen (Chughtai, 2005)

Sperma adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin jantan dan  bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam tubuh betina. Spermatozoa berbeda dari telur yang merupakan sel terbesar dalam tubuh organisme adalah gamet jantan yang sangat kecil ukurannya dan mungkin terkecil. Spermatozoa secara struktur telah teradaptasi untuk melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu menghantarkan satu set gen haploidnya ke telur dan mengaktifkan program perkembangan dalam sel telur (Guyton, 2006).

Secara struktur spermatozoa dicirikan sebagai sel yang “terperas”, sangat sedikit sekali kandungan sitoplasmanya. Spermatozoa memiliki organel-organel yang sangat sedikit dibandingkan sel lainnya. Spermatozoa tidak memiliki ribosom, retikulum endoplasmik dan golgi. Sebaliknya spermatozoa memiliki banyak sekali mitokondria yang letaknya sangat strategis untuk  pengefisiensian energi yang diperlukan. Secara struktur ada dua bagian yaitu kepala dan ekor (Wahyu, 1990). Kepala spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti (di dalamnya terkandung material genetik) haploid yang berupa kantong berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Spermatozoa yang kontak dengan telur, isi akrosomnya dikeluarkan secara eksositosis yang disebut dengan reaksi akrosom (Tenzer, 2003). Ekor sperma terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end piece. Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada pusatnya sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas mikrotubul pusat dikelilingi oleh Sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama satu dengan yang lainnya. Daya yang dihasilkan mesin ini memutar ekor bagaikan baling-baling dan memungkinkan sperma meluncur dengan cepat. Keberadan mesin pendorong ini tentunya membutuhkan bahan bakar yang paling produktif yaitu gula fruktosa yang telah tersedia dalam bentuk cairan yang melingkupi sperma (Bachtiar, 2003).

Spermatozoa diproduksi di dalam tubulus seminiferus testis. Spermatozoid vertebrata terdiri atas bagian kepala, leher, bagian tengah, dan ekor yang berupa flagel panjang. Sperma hewan-hewan yang berbeda,  berbeda pula dalam ukuran, bentuk dan mobilitasnya. Bentuk spermatozoidnya adalah spesifik spesies, perbedaannya terutama terletak  pada bentuk kepalanya, yaitu dari bulat pipih sampai panjang lancip (Sherwood, 2001).

Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor (flagelata. Kepala sperma mengandung nucleus. Bagian ujung kepala ini mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan-lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energy untuk pergerakan sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak (Scanlon, 2003).

Menurut Rugh (1968), spermatozoa tikus yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek middle piecedan bagian ekor yang sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm sedangkan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 mm (122,6 mikron).Bentuk spermatozoa abnormal dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kepala dan ekornya. Menurut Washington et al, (1983), bentuk sperma abnormal pada tikus terdiri dari bentuk kepala seperti pisang, bentuk kepala tidak beraturan (amorphous), bentuk kepala terlalu membengkok dan lipatan-lipatan ekor yang abnormal.

Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil maju >40 %. Menurut Yatim (1994) bahwa spermatozoa yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD, dengan range 10-95%. Ada orang yang spermatozoanya lemah sekali gerak majunya, disebut asthenozoospermia. Jika hampir semua sperma diperiksa nampak mati, tak bergerak, disebut necrozoospermia, berarti orang ini infertil. Tapi ada laporan spermatozoa yang tak bergerak belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxic atau antibodi yang membuatnya tak bergerak.

Menurut Tadjudin (1988), kategori untuk mengklasifikasi motilitas sperma yaitu:

a.Jika sperma bergerak cepat dengan lurus ke muka (dahulu disebut sebagai gerak maju sangat baik/ buruk)

b.Jika geraknya lambat/ sulit maju lurus/ bergerak tidak lurus (dahulu disebut sebagai gerak lemah atau sedang)

c.Jika tidak bergerak maju

d.Jika sperma tidak bergerak.

Ketika pengamatan, diamati sperma tikus pada testis, vas deferens, dan epididimis. Pada testis kanan jumlah sperma yang terlihat sebanyak 21, hidup, bergerak dan memiliki pH 7. Pada testis kiri, jumlah sperma yang terlihat sebanyak 29, tidak bergerak dan mati serta memiliki pH 7. Pada vas deferens jumlah sperma yang terlihat sebanyak 36, bergerak dan hidup serta memiliki pH 7. Pada epididimis sperma yang terlihat hanya 3, tidak bergerak dan mati serta memiliki pH 7. Bentuk sperma pada tikus yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek middle piece dan bagian ekor yang sangat panjang.

 

Kesimpulan

Mencit dan tikus adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium dalam berbagai bentuk percobaan. Untuk itu, diperlukan adanya keterampilan meng-handling mencit dan tikus.

Reproduksi merupakan faktor penting dalam kehidupan. Reproduksi pada mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Ketika pengamatan pada mencit betina ditemukan fase estrus yang ditandai dengan banyak sel epitel yang menanduk dan fase metetrus yang ditandai dengan leukosit banyak dan ada sel epitel yang menanduk.

Sistem reproduksi pada jantan terdiri atas sepasang testis yang terdapat dalam skrotum, sistem duktus, kelenjar aksesoris dan penis. Spermatozoa tikus yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek middle piece dan bagian ekor yang sangat panjang. Pada testis kanan spermatozoa yang terlihat berjumlah 21, testis kiri 29, vas deferens 36 dan epididimis 3. Pada testis kanan dan vas deferens spermatozoanya masih hidup dan bergerak, sedangkan pada testis kiri dan epididimis spermatozoanya mati dan tidak bergerak. pH spermatozoa ketika pengamatan  7.

 

 

Daftar pustaka

Akbar, Budhi.2010 Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas.Jakarta : Adabia Press.

Malole,  M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan  Percobaan Laboratorium. Bogor : IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.  

Scanlon & Sanders. 2003. Essential of Anatomy and Physiology. Philadelphia : F. A. Davis Company.

Setyaningsih.V.R(2011) Pengaruh Pemberian Infus Simplisia Rosella (Hibiscus Sabdarifa L) Secara Oral Terhadap Kualitas Spermatozoa Mencit ( Muss Muscullus L) Jantan Galur DDY, 18(6), hlm. 31-34.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Hewan.  Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

 Tenzer, Amy. 2003. Struktur Hewan II.  Malang. Jurusan Biologi UM.

 

 

Post a Comment

أحدث أقدم