FISIOLOGI HEWAN
REPRODUKSI JANTAN
Akhdan Najla Malik Al-Abda 1708016013 kel 1 Fisiologi Hewan, Kelas Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Abstrak
Hewan mempunyai sitem yangmenghasilkan gamet dari satu jenis kelamin ke gamet dengan jenis kelamin lain yang beebeda.. Pertumbuhan dan perkembangan tubuh hewan penting artinya untuk perkembangan fungsi kelamin pada hewan jantan maupun betina. Organ reproduksi jantan terdiri dari testis, epididimis, vas deferens, dan kelenjar-kelenjar aksesoris. Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menghitung jumlah spermatozoa, morfologi, dan vabilitas beserta pH spermatozoa.
PENDAHULUAN
Untuk bereproduksi secara seksual, hewan harus mempunyai sitem yangmenghasilkan gamet dari satu jenis kelamin ke gamet dengan jenis kelamin lain yang beebeda. System reproduksi tersebut sangat beraneka ragam. System yang palingsederhana bahkan sama sekali tidak mempunyai gonad yang jelas, yaitu organ yangmenghasilkan hamet pada sebagian besar hewan. System reproduksi yang palingkompleks mempunyai banyak kumpulan saluran dan kelenjar aksesoris yangmembawa dan melindungi gamet dan embrio yang sedang berkembang. Banyakhewan yang sangat kompleks. System reproduksi cacing pipih parasit misalnya,merupakan salah sastu yang paling kompleks dalam kingdom hewan (Campbell
dkk.,2003).
Fungsi reproduksi pada jantan dapat dibagi menjadi tiga subdivisi utama. Meliputi (1) spermatogenesis, yang berarti pembentukkan sperma; (2) kinerja kegiatan seksual jantan; dan (3) pengaturan fungsi reproduksi jantan pria dengan berbagai hormonal (Guyton, 2000).
Testis Merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini menempati lokasi terpisah di dalam testis. Biosintesis androgen berlangsung dalam sel Leydig di dalam jaringan interlobular, sedangkan proses spermatogenesis 7 berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus (Junqueira, 2007). Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval, agak gepeng, dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar 2,5 cm, bersama epididimis, testis berada di dalam skrotum yang merupakan sebuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah penis (Sheerwood, 2009). Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intra abdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitif selama perkembangan genitalia interna pria. Setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan menutup (Fior, 2007). Testis banyak mengandung tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus tersebut terdiri atas deretan sel epitel yang akan mengadakan pembelahan mitosis dan meiosis sehingga menjadi sperma. Sel-sel yang terdapat di antara tubulus seminiferus disebut inerstisial (Leydig). Sel ini menghasilkan hormon seks pria yang disebut testosteron (Junqueira, 2007). 8 Testis melaksanakan dua fungsinya yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferosa yang didalamnya berlangsung proses spermatogenensis. Sel Leydig atau sel interstitium yang terletak di jaringan ikat antara tubulustubulus seminiferus inilah yang mengeluarkan testosteron (Sherwood, 2004). Setelah disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari testosteron berikatan lemah dengan plasma albumin atau berikatan kuat dengan beta globulin yang disebut hormon sex binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke jaringan atau didegredasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian diekskresikan (Sheerwood, 2009).
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis.Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600 cm.Duktus ini berawal pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vas deferens. Epididimis terletak pada 9 bagian dorsal testis, merupakan suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari kaput, korpus, dan kauda epididmis (Junqueira, 2007). Epitel epididimis memiliki dua fungsi.Pertama, menskresikan plasma epididimis yang bersifat kompleks tempat sperma tersuspensi dan mengalami pematangan. Kedua, mengabsorbsi kembali cairan testikuler yang mengangkut sperma dari tubulus seminiferus dan sperma yang sudah rusak (Sheerwood, 2009).
METODE
Alat
- Perangkat alat bedah
- Kaca obyek dan penutupnya
- Mikroskop
- Hemositometer
- Hand counter
- Bak parafin
Bahan
- Tikus/Mencit
- Nacl fisiologis
- Eosin
- Kertas pH
Cara kerja
Tikus jantan dibunuh dan dibedah kemudian diambil testis dan vas deferens, diletakkan keduanya dalam cawan petri berisi NaCl fisiologis dan dicuci, dipotong testis kecil-kecil dan ditambahkan NaCl fisiologis sedangkan vas diferens diplurut dan dimasukkanke wadah berisi NaCl fisiologis. Suspensi yang terbentuk dimasukkan dalam larutan stok.
HASIL PENGAMATAN
a. Testis perbesaran 10 x10
o Motilitas (-) tidak bergerak
o Viabilitas mati
o Jumlah 2
b. Epidedemis taksus
o Motilitas 0
o Viabilitas mati semua
o Jumlah 39
PEMBAHASAN
Pada pengamatan kali ini adalah tentang reproduksi hewan jantan yang berupa sepasang testis dengan saluran spermatozoa yang terdiri dari epidedemis, vas deferens, uretra, dan alat kopulasi saeta kelenjar tambahan lainnya untuk mempertahankan kehidupan sel sperma pada tikus.
Berdasarkan hasil pengamatan kami hanya mengamati testis dan epidedemis pada tikus jantan. Sebelum melakukan pengamatan dibawah mikroskop tikus perlu dipingsankan atau dibunuh terlebih dahulu agar tidak memberontak saat pembedahan dan pengambilan organ saluran reproduksi seperti testis dan epidedemis.
Spermatozoa mempunyai bentuk ramping, ukuran panjang sekitar 55-56 µm, kepala spermatozoa yang kecil tertanam dalam sitoplasma sel-sel Sertoli, ekornya menjalur ke dalam lumen tubulus seminiferus (Fior, 2007).
Bentuk spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan lainnya dan biasanya panjangnya sekitar 150-2000 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).
Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis (Sheerwood, 2009). Pengamatan testis dengan menggunakam mikroskop perbesaran 10 x10 terlihat adanya 2 spermatozoa yang memiliki motilitas negatif dikarenakah spermatozoa tersebut tidak bergerak (immotil) yang menandakan bahwa spermatozoa tersebut telah mati.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus epididymis. Pengamatan dedemis dengan perbesaran 10 x 40 terlihat adanya spermatozoa berjumlah 39 semuanya tidak bergerak dan bervabilitas (-) karena mati
Motilitas sperma menggambarkan kemampuan sperma untuk bergerak dengan baik melalui saluran reproduksi wanita ( pembuahan internal ) atau melalui air ( pembuahan eksternal ) untuk mencapai sel telur . Motilitas sperma juga dapat dianggap sebagai kualitas , yang merupakan faktor dalam konsepsi yang sukses; sperma yang tidak "berenang" dengan benar tidak akan mencapai sel telur untuk membuahinya . Motilitas sperma pada mamalia juga memfasilitasi perjalanan sperma melalui cumulus oophorus (lapisan sel) dan zona pellucida (lapisan matriks ekstraseluler ), yang mengelilingi oosit mamalia, Motilitas sperma diaktifkan oleh peningkatan pH. Namun pada hasil pengamatan pH tidak dicantumkan. Umunya ph pada spermatozoa adalah 7 atau netral
KESIMPULAN
Jumlah spermatozoa yang teramati pada testis tikus jantan dengan perbesaran mikroskop 10 x10 sebanyak 2, sedangkan pada epididimis tikus sebanyak 39 semuanya immotil dan memiliki viabilitas (-) atau mati baik pada testis maupun epididimis. pH umumnya netral (7).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2003.Biologi Edisi Kelima Jilid 3.Jakarta: Erlangga.
Sherwood, L., 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi VI. Jakarta : EGC
Guyton, 2000, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (Edisi 3). Alih Bahasa Petrus Andrianto. Jakarta: EGC.
Fior. 2007. Atlas of Human Histology. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
Posting Komentar