Budidaya Jamur Kuping (Auricularia auricula) Dengan media serbuk kayu Sengon (Falcataria mollucana)
Oleh:
M. Akmal Surur
Editor : Akhdan Najla
A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui faktor abiotik yang mendukung keberhasilan budidaya jamur kuping.
2. Mahasiswa dapat memahami bagaimna cara budidaya jamur kuping yang benar dan higeinis.
B. . Dasar Teori
Jamur merupakan sumber nutrisi yang memiliki kandungan nutrisi yang tak kalah tinggi dibandingkan daging hewani. Nutrisi yang tinggi ini menjadikan jamur banyak diminati oleh masyarakat sebagai pengganti daging hewani selain mengandung gizi yang tinggi, juga harganya yang lebih murah dan mudah didapat. Dewasa ini banyak pembudidaya jamur yang berkembang pesat, diantaranya budidaya jamur kuping (Auricularia auricula) selain budidaya jamur tiram ( ) yang juga sangat banyak dibudidayakan.
Jamur kuping cocok hidup di lingkungan yang cenderung dingin dan tidak terlalu panas, yaitu pada suhu kurang lebih 30⁰C. Dibutuhkan pengontrolan aktif untuk menjaga kelembaban dan suhu dari kumbung agar mendapatkan pertumbuhan jamur yang optimal. Pada umumnya pertumbuhan optimal jamur kuping dibagi kedalam 2 fase, yaitu fase inkubasi yang memerlukan suhu sekitar 22-28⁰C dan kelembaban 70-90 % RH dan fase pembentukan tubuh buah dengan suhu 16-27⁰C (Jumran,2009).
Jamur kuping (Auricularia auricula)yaitu jenis jamur kayu dari kelas heterobasidiomycetes yang memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomi yang tinggi. Menurut Prihati (2011) kandungan gizi pad ajamur kuping yaitu protein, lemak, karbohidrat, riboflavin, nlacin, Ca, K, P,Na, dan Fe. Jamur kuping memiliki bentuk yang kurang menarik apabila hanya diidangkan sebagai bahan makanan. Namun jamur ini sudah terkenal sebagai bahan pengental makanan dan penetral racun. Lendir jamur kuping dipercaya berkhasiat untuk menetralkan racun dimakanan, selain itu jugabermanfaat bagi penyakit jantung koroner, mengurangi kekentalan darah dan menghindari penyumbatan darah, terutama di otak. Kekentalan darah ini dapat diatasi dengan mengkonsumsi jamur kuping sebanyak 5-10 gram setiap hari. Selain untuk kebutuhan lokal, jamur kuping juga dapt di eksport ke luar negri baik dalam bentuk kering ataupun segar.
Jamur kuping yang memiliki prospek yang bagus ternyata masih memiliki kendala, yaitu produktivitas yang masih rendah. Djuriah (2008) menyatakan bahwa produktivitas jamur kuping yaitu 200-300 gram jamur kuping segar yang diprodiksi dari 1 kg media produksiper bobot basah media, padahal potensi produksi bisa mencapai 400-500 gram per 1 kilo media produksi. Penyebab dari rendahnya produktivitas jamur kuping antara lain (1) substrat media produksi tidak dimodifikasi/diperbaiki (formula masih sama dari dahulu), (2) bibit diperoleh dari sumber dan strain yang sama dan kurang unggul, (3) bibit kadaluarsa, (4) tempat budidaya yang kurang higeinis (sumuati dalam nailla, 2013).
Klasifikasi jamur kuping yaitu:
Kingdom : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Auriculariales
Famili : Auricularaceae
Genus : Aurivularia
Spesies : Auricularia auricula-judae (ferdikurniawan.com)
Siklus hidup dari jamur kuping.
Gambar 1.1. gambar siklus hidup jamur kuping. (www.google.com)
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Sekop
b) Alat press
c) Spatula
d) Cicin baglog
e) Bunsen
f) Alat sterelisasi
2. Bahan
a) Serbuk kayu sengon
b) Dedak
c) Kapur
d) Gips
e) TSP (trisodiumfosfat)
f) Urea
g) Air bersih
D. Metode
- Dicampur serbuk gergaji kayu sengon, dedak, kapur, gips, TSP (trisodiumpospat), urea, dan air bersih
- Adapun komposisi mediannya yaitu : serbuk graji 80% + dedak 16% + kapur 3,2%+ gips 0,4% + urea 0,4% + air bersih
- dimasukan ke dalam karung plastik dan diperam 3 hari
- Selanjutnya bahan media dimasukan kedalam kantong plastik PVC ukuran 18 X 30 cm sebanyak kurang lebih 900 gram per kantong.
- Kemudian medium disterilkan dengan alat sterilisasi. Misalkan “steamer” selama 10 jam. Setelah dingin baru media diinokulasi bibit jamur kuping
.
E. Hasil dan Pembahasan
Jamur kuping merupakan jamur hutan yang potensial namun belum begitu dimanfaatkan dalam pengelolaan hutan. Secara alami jamur ini tumbuh dikayu yang sudah lapuk sehingga disebut sebagai jamur kuping kayu (wood ear logs) . jamur ini bersifat sporofit dengan menempel di kayu, tuak, batang kayu yang sudah lapuk. Jamur ini juga penyebab lapuk putih pada kayu . secara ekologis jamur kuping sangat berperan dalam penyedia makanan bagi tanaman lain, dengan cara merombak limbah lignoselulosa, bahkan dalam bidang medis jamur kuping dapat dijadikan sebagai anti virus, anti bakteri, anti tumor, dan anti parasit.
Kualitas bibit jamur menjadi hal terpenting dalam kesuksesan budidaya jamur. Bibit yang berkualitas akan menghasilkan jamur yang baik pula, begitupun sebaliknya. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur sudah terpenuhi, teteapi jika bibit jamur kurang berkualitas maka akan menhghasilkan hasil yang kurang memuaskan, dan bahkan berpeluang gagal tumbuh. Pertumbuhan miselium jamur dipengaruhi oleh media bibit yang digunakan, limbah kayu atau gergaji dapat digunakan, baik kayu sengon, karet, jati dan lainnya asalkan tidak mengandung pestisida dan serbuk kayu pinus (gunawan 1993 dan sumiati 1983). Karena miselium tidak akan tumbuh pada media yang mengandung bahan kimiayang mengganggu tumbuh miselium itu sendiri. Namun media tanam yang berbeda juga biasanya menghasilkan jamur yang berbeda dalam hal produktivitasnya. Namun media tanam menggunakan serbuk kayu sengon yang biasanya banyak digunakan oleh para pembudidaya, karena media yang tidak terlalu keras namun tidak juga lembek sehingga miselium akan mudah berkembang dalam media.
Dalam berbudidaya jamur kuping, pertumbuhan miselium pada media bibit dipengaruhi suhu dan pH. Kisaran suhu optimum untuk jamur kuping adalah 28⁰C dan pH 4,5-7,5 sedangkan pertumbuhan tumbuh buah jamur kuping suhu optimum 22-25 ⁰C dan pH optimum 5,5 (gunawan, 1997). Panen jamur kuping dilakukan jika tubuh buah sudah maksimal yang ditandai dengan tepi tubuh buah yang tidak rata, atau kira-kira 3-4 minggu setelah pin head (calon tubuh buah jamur) muncul, dengan cara mengambil (mencabut) tubuh buah jamur sampai ke akarnya. Syarat kualitas ekspor jamur kuping adalah tidak terlalu keriting, lunak, tidak begitu lebar, dan tebal. Sedangkan untuk dikeringkan diperlukan jamur kuping berwarna coklat kehitaman, keras, dan lebar agar bentuk keringnya tidak terlalu kecil dan tidak rapuh (Pasaribu et al. 2002).
Apabila pemanenan dilakukan terlalu awal maka berat optimal jamur tidak dapat tercapai. Sebaliknya, bila pemanenan dilakukan terlambat maka bagian pinggir tudung jamur akan tipis dan mengering, sehingga bila dijual dalam kondisi segar kurang menguntungkan. Selain itu jamur yang dipanen terlambat menyebabkan warnanya menjadi kurang menarik (Gunawan 1992).
Ketebalan tubuh buah dipengaruhi oleh jumlah tubuh buah yang terbentuk, semakin sedikit tubuh buah maka tudung akan semakin tebal. Hal ini terutama disebabkan oleh penyerapan nutrisi dari media tanam ke setiap tubuh buah (Kartika et al. 1995). Kerugian yang sering terjadi terhadap jamur segar adalah karena serangan serangga perusak atau bakteri, sehingga perlu usaha-usaha khusus untuk memperpanjang daya kesegaran jamur, usaha-usaha itu antara lain dengan disimpan dalam ruang pendingin 1-5°C dapat diperpanjang 4-5 hari (Pasaribu et al. 2002).
F. Kesimpulan
Faktor abiotik yang dapat mempengaruhi budidaya jamur kuping yaitu pH, kelembaban, suhu. Dalam berbudidaya jamur kuping, pertumbuhan miselium pada media bibit dipengaruhi suhu dan pH. Kisaran suhu optimum untuk jamur kuping adalah 28⁰C dan pH 4,5-7,5 sedangkan pertumbuhan tumbuh buah jamur kuping suhu optimum 22-25 ⁰C dan pH optimum 5,5. Adapun langkah-langkah budidaya jamur kuping yaitu Dicampur serbuk gergaji kayu sengon, dedak, kapur, gips, TSP (trisodiumpospat), urea, dan air bersih, Adapun komposisi mediannya yaitu : serbuk graji 80% + dedak 16% + kapur 3,2%+ gips 0,4% + urea 0,4% + air bersih kemudian dimasukan ke dalam karung plastik dan diperam 3 hari kemudian Selanjutnya bahan media dimasukan kedalam kantong plastik PVC ukuran 18 X 30 cm sebanyak kurang lebih 900 gram per kantong. Kemudian medium disterilkan dengan alat sterilisasi. Misalkan “steamer” selama 10 jam. Setelah dingin baru media diinokulasi bibit jamur kuping
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, A.W. 1992. Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Serbuk Gergaji Kayu Jeungjing (Albazia falcatoria). Tech. Notes. 4:20-24, 1992.
Gunawan, A.W. 1997. Status Penelitian Biologi dan Budidaya Jamur di Indonesia. Hayati. 4:80-84.
Pasaribu Tahir, Djumhawan, dan E. Risri Alda. 2002. Aneka Jamur Unggulan yang Menembus Pasar. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Sumiati, E. 1983. Hasil dan Kualitas Jamur Pleurotus ostreatus yang Ditanam pada Berbagai Jenis Medium Tumbuh. Bul. Penel. Hort. 10(4):1-11.
Kartika, L., Y.M.P.D. Pudyastuti, dan A.W. Gunawan. 1995. Campuran Serbuk Gergaji Kayu Sengon dan Tongkol Jagung Sebagai Media Untuk Budidaya Jamur Tiram Putih. Hayati. 2:23-27.
Posting Komentar